Malam Sharing Pertama

Keindahan Kopel

Kegiatan Hari Kedua

Hari Pertama di Desa

Pages

Narasi Putri Fajar

2/22/10


Sabtu, 16 Januari 2010

Sekitar jam 6.15 aku sudah sampai sekolah. Keadaan sekolah sudah sangat ramai. Aku kira sudah terlambat, karena di jadwal seharusnya kumpul jam 5.30. tapi ternyata jam segitu aku datang saja anak-anak masih mengobrol. Aku langsung jalan kearah rombongan anak-anak X-Olimpiade, disana teman-teman malah foto-foto. Langsung aja aku nimbrung foto-foto. Tidak lama setelah itu, kami masuk ke dalam bus yang berkapasitas 27 orang. Bayangkan, padahal muridnya ada 32, ditambah wali kelas, kenek, dan koper-koper yang memenuhi bus. Terpaksa koper dimasukkan ke dalam bus karena bagasi busnya tidak bisa dibuka.

Terpaksa kami harus duduk berdesak-desakan. Ada yang duduk bertiga, ada juga yang duduk diatas koper karena tidak ada lagi tempat yang tersedia. Selama perjalanan yang cukup panjang ini, kami makan snack-snack kami sambil ngobrol.
Setelah sekitar 1,5 jam, akhirnya kami sampai di Kantor Kecamatan Patean. Disana kami melakukan upacara sebentar. Setelah itu, beberapa anak kelas XI susulan ikut masuk kedalam bus kami. Mereka sekitar 5 orang. Tentu saja bus semakin penuh sesak.

Tidak lama kemudian kami sampai di Balai Desa Sukomangli. Kami segera turun karena tidak kuat lagi di dalam bus yang panas banget. Kami segera masuk ke dalam balai desa. Ternyata anak-anak X-7 sudah duduk disana terlebih dahulu. Tiap desa diisi dari 2 kelas dan kelas X-7 adalah pasangan kami di live in ini.
Kami segera duduk. Kemudian para orang tua asuh mulai berdatangan. Satu persatu nama kami dipanggil untuk bertemu dengan orang tua asuhnya. Namaku dipanggil, aku segera mengambil barang bawaanku, bersama teman sekamarku, Naela, berjalan menuju orang tua asuhku, Bu Rasmin. Setelah bersalaman dengan Bu Rasmin, kami berdua berjalan di belakang Bu Rasmin untuk menuju ke rumahnya.

Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari balai desa, hanya butuh waktu sekitar 2 menit. Rumah Bu Rasmin cukup bagus jika dibandingan dengan rumah-rumah yang lain. Memang tidak terlalu besar, tapi sudah sangat layak huni. Sudah bertembok, bukan lagi kayu, dan sudah keramikan. Bu Rasmin bukan hanya berprofesi sebagai petani, tapi juga sebagai pedagang. Beliau menjual rujak, pecel, es dawet, dan makanan-makanan ringan.

Di dalam rumah ini, dihuni oleh empat orang. Pak Rasmin, Bu Rasmin, anaknya seorang perempuan dewasa, dan cucunya yang masih kecil. Mungkin masih berumur sekitar 2 tahun.


Aku dan Naela kemudian dipersilahkan masuk ke dalam kamar kami. Kamar kami memang tidak terlalu besar, tapi rapi dan bersih. Itu sudah lebih dari cukup untuk kami.


Di kamar, aku melihat-lihat keadaan kamar ini lalu tiduran sebentar karena perjalanan yang melelahkan sekali. Tidak lama kemudian, Bu Rasmin masuk dan memanggil kami untuk makan siang.


Setelah makan siang, aku keluar rumah sambil berharap semoga ada temenku yang juga diluar rumah sehingga bisa pergi main. Ternyata harapanku tidak salah, aku bertemu dengan Reza Rachman yang sedang jalan-jalan. Kemudian aku dan Reza berjalan berdua sambil ngobrol-ngobrol.


Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan anak-anak X-Olim yang lain. Lalu kami memutuskan untuk jalan-jalan mengenal desa ini. Ada yang mengatakan bahwa ada suatu kebun karet yang sangat indah. Kami semua langsung bergegas menuju kesana.


Ternyata tempat tersebut tidak jauh dari balai desa, hanya butuh waktu sekitar 5 menit. Sampai disana, kami merasa sangat puas karena tempat itu benar-benar seperti yang diharapkan. Ada jalan setapak yang lurus jauh hingga tak kelihatan ujungnya dan si kanan-kiri ada kebun karet. Kebun karet itu pun sangatlah indah karena tersusun rapi. Kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami segera mengabadikan momen dan suasana ini dengan foto-foto.
Sekitar jam setengah 5 sore, kami pulang kerumah masing-masing. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi. Kamar mandinya ternyata cukup bagus, setidaknya tertutup rapat.

Malamnya, aku bersiap untuk acara sharing jam 7 malam di balai desa. Sharing merupakan kegiatan yang dilaksanakan tiap malam. Pada acara sharing, kami diharuskan untuk menceritakan kegiatan kami selama siang harinya. Bagi kelas X-Olimpiade dan XI susulan, sharing dilaksanakan di balai desa. Sedangkan bagi kelas X-7, sharing dilaksanakan di rumah salah satu penduduk.
Di tengah gerimis, aku berangkat sharing bersama Safira, Nisita, Reza, Yaris, dan Verdy. Sesampainya di balai desa, ternyata anak-anak yang lain sudah datang terlebih dahulu. Tidak lama setelah kami sampai, acara sharing pun dimulai. Sharing hari pertama ini berlangsung sangat seru, karena banyak dari kami yang mempunyai pengalaman-pengalaman lucu untuk diceritakan.

Sekitar jam 9 malam, acara sharing pun selesai. Aku pulang hanya berdua bersama Darian Verdy karena yang lain sudah pada ninggal. Hampir saja aku dan Verdy nyasar. Untungnya kami selamat sampai di rumah. Di rumah, aku segera makan malam dan tidur.


Minggu, 17 Januari 2010


Jam 5 pagi, aku sudah bangun tidur. Setelah solat, aku bersama Safira berjalan menuju balai desa. Anak-anak kelas X-Olimpiade berencana pergi ke suatu temapat bernama kopel. Katanya, pemandangan sunrise disana bagus sekali. Sampai di balai desa, kulihat beberapa anak sudah mulai berdatangan. Tapi baru jam setengah enam kita berangkat menuju kopel. Sampai di kopel, kita merasa agak kecewa karena kami tidak sempat melihat sunrise. Kami terlambat. Matahari sudah kelihatan bulat penuh. Bahkan tidak lagi kelihatan sisa-sisa sunrise.

Tapi pemandangan yang indah mampu mengobati penyesalan kami. Kopel merupakan daerah yang tinggi dan dari kopel kelihatan bukit-bukit dan sawah-sawah. Pemandangannya benar-benar hijau, tidak kelihatan satupun bangunan disana. Walaupun matahari sudah terbit dari tadi, tapi kabut-kabut tipis seakan tidak mau ketinggalan untuk ikut menghiasi pemandangan ini.

Lagi-lagi kami mengabadikan suatu pemandangan yang berharga ini. Di Semarang tidak ada yang seperti ini tentunya. Berpuluh-puluh gambar berhasil dipotret. Setelah matahari mulai membuat suhu menjadi panas, sebagian besar dari kami langsung pulang. Apalagi mereka juga punya alasan lain, yaitu membantu orang tua asuh mereka masing-masing.

Tapi aku dan Siti lebih ingin menghabiskan waktu di tempat ini daripada di rumah sehingga kami berdua masih di kopel saat yang lain sudah pergi. Kami berdua foto-foto sebentar lalu berniat pulang. Jalan pulang dari kopel ke rumah melewati sebuah lapangan sepak bola. Ketika kami di lapangan sepak bola, kami melihat anak-anak cowo X-Olim masih bermain sepak bola. Jadi aku dan Siti mengurungkan niat kami untuk pulang, lebih baik nonton sepakbola.

Lapangan sepak bola ini sangatlah indah. Lapangan bola yang besar ini, letaknya lebih rendah daripada tempat-tempat di sekitarnya. Lapangan bola ini dikelilingi oleh kebun karet yang sangatlah indah. Tempat ini mirip dengan lapangan baseball yang ada di film Twilight.

Sekitar jam 7, kami semua memutuskan untuk pulang. Tapi aku menyempatkan diri untuk bermain ke rumah Siri sebentar. Jam 7.30 barulah aku pulang ke rumahku. Setelah sampai di rumah, aku segera mandi dan bantu-bantu Bu Rasmin di dapur. Walaupun depannya sudah modern, ternyata bagian belakang, bagian dapurnya masih tradisonal. Dapur masih beralaskan tanah, sehingga kalau di dapur harus memakai sandal agar kakinya tidak kotor.

Aku dan Naela membantu memasak. Pertamanya aku membantu mengiris bawang merah dan bawang putih sedangkan Naela memasak krupuk. Setelah aku selesai, aku membantu Naela memasak krupuk. Karena kerjasama yang solid, semua krupuk berhasil digoreng dengan cepat. Kemudian kami berdua menggoreng sale pisang. Menggoreng sale butuh waktu lebih lama daripada menggoreng krupuk. Setelah acara memasak selesai, kami berdua sarapan pagi. Lalu nonton televisi sambil ngobrol dengan Bu Rasmin dan penghuni rumah yang lain. Kami berencana nanti siang jam 10 akan pergi ke sawah.

Ternyata kegiatan kami agak molor, kami baru ke sawah jam 10.30. Kami harus menunggu Pak Rasmin pulang dari layat baru kami berangkat bersama. Setelah matahari memancarkan sinarnya dengan teriknya, baru kami berangkat ke sawah. Padahal sebagian besar anak-anak yang lain, saat seperti ini sudah selesai dari aktivitasnya. Sedangkan kami malah baru saja mulai.

Aku, Naela, dan Pak Rasmin berangkat ke sawah. Sedangkan Bu Rasmin nanti akan menyusul. Sawahnya lumayan jauh dan jalannya menurun. Jalannya pun berkelok-kelok. Sekitar 15 menit, sampailah kami di tempat yang dituju. Pak Rasmin meletakkan sabitnya ke tanah. Dia mulai mencabut tanaman singkong miliknya. Kemudian singkongnya dipotong dari batangnya, dibersihkan dari tanah, lalu dimasukkan ke dalam karung. Aku dan Naela ikut membantu.

Setelah singkong berhasil dipanen, kami bertiga menuju ke tanaman cabai. Aku dan Naela mulai bekerja memetik cabai sedangkan Pak Rasmin membersihkan sawahnya dari rumput liar. Di tempat itu hanya ada sekitar 3-4 tanaman cabai, tapi cabai yang dihasilkan banyak sekali, rasanya tidak akan habis-habis. Kemudian Bu Rasmin akhirnya datang menyusul kami. Dia mengajak kami ke bagian sawah yang lain. Sedangkan Pak Rasmin masih disitu. Kami bertiga melewati jalan kecil yang dari dari tanah, dengan kanan-kirinya tanaman jagung. Ternyata kami bertiga sedang berjalan menyusuri kebun jagung. Kami terus berjalan menuju tepi kebun, disana ada tanaman cabai. Tanaman cabai disini lebi banyak daripada di tempat yang sebelumnya.

Bu Rasmin meninggalkan kami berdua dengan tanaman-tanaman cabai ini, sedangkan dia akan memanen kapas. Memanen cabai disini selain lebih banyak, juga lebih sulit. Tanaman cabainya berada di pinggir kebun, sedangkan di bawah kebun ada jalan. Jika kami tidak berhati-hati, nisa saja kami jatuh terpeleset. Karena tanamannya lebih banyak, tentu saja cabai yang dihasilkan juga lebih banyak. Setelah kami selesai dengan pekerjaan kami, kami bertiga kembali berjalan menyusuri kebun jagung ini dan menuju ke rumah. Perjalanan pulang lebih sulit daripada perjalanan berangkat. Karena perjalanan berangkat jalannya menurun, sedangkan perjalanan pulang jalannya menanjak. Ditambah lagi dengan bawaan yang lebih banyak, ada cabai, kapas, singkong, dan pohon pisang.

Tengah hari, kami sampai di rumah. Melelahkan sekali. Aku dan Naela langsung makan siang kemudian solat. Karena di rumah sudah tidak ada kerjaan lagi, aku mutusin untuk pergi ke rumahnya Siti.

Sampai di rumah Siti, ternyata Siti juga habis pulang dari sawahnya. Kami lalu ngobrol tentang banyak hal. Tidak lama kemudian, datanglah Gatya, Camel, dan Ratri. Kemudian kami berlima ngobrol dan bercanda di teras rumahnya Siti. Lalu Safira datang seorang diri ku rumahnya Siti. Kami berenam jalan-jalan sebentar dan bertemu dengan Riska. Akhirnya kami memutuskan untuk ngobrol-ngobrol di rumahnya Safira.

Di rumahnya Safira, kami ngobrol banyak banget. Ngabisin makanannya Safira. Baru sekitar jam setengah lima, kita berniat pulang. Kita tidak mau ngrepotin orang tua asuhnya Safira.

Sesampainya di rumah, aku segera membersihkan diri. Istirahat sejenak dengan menonton televisi. Kemudian solat maghrib dan kembali bersiap-siap untuk acara sharing malam ini.

Sekitar jam 6.50, teman-temanku datang. Ada Verdy, Yaris, Reza, Safira, Siti, Tia, dan Tita. Kami sempat ngobrol-ngobrol sebentar di ruang tamu rumahku. Kemudian Bu Rasmin menyuguhkan soto yang masih hangat kepada kami. Tapi sebagian besar dari kami sudah makan malam, sehingga mereka tidak memakan soto yang sudah disuguhkan. Hanya Verdy yang masih kuat untuk makan malam lagi. Alhasil banyak soto yang bahkan belum tersentuh.

Setelah acara makan soto selesai, kami semua berjalan bersama ke balai desa. Lagi-lagi ketika kami sampai di balai desa, sudah banyak anak-anak yang duduk rapi menunggu acara sharing dimulai. Acara sharing pun segera dimulai. Di tengah-tengah acara sharing, temanku Tita mengeluh sakit perut. Kemudian wali kelas kami, Pak Ikhwan, memintanya untuk lebih baik istirahat di rumah saja. Tapi Tita tidak cukup berani untuk pulang kerumah sendirian. Gelap banget, katanya. Kemudian Siti dan Ratri dengan sukarela mau mengantarkan Tita ke rumahnya. Beberapa detik setelah mereka keluar dari pintu balai desa, mereka kembali masuk lagi. Mereka mengatakan bahwa mereka masih takut walaupun sudah jalan bertiga. Akupun minta ijin untuk ikut mengantarkan Tita pulang ke rumahnya. Jadilah kami berempat jalan bersama. Setelah mengantarkan Tita, kami bertiga segera kembali ke balai desa.

Acara sharing hari ini tidak seseru kemarin karena hari ini hampir semua siswa sudah merasa capek dengan aktivitas-aktivitas pada siang harinya. Acara sharing juga berlangsung sangat cepat karena para siswa sudah merasa mengantuk. Acara sharing selesai, aku segera pulang kerumah, dan menutup hari itu dengan tidur yang sangat nyenyak.

Senin, 18 Januari 2010


Karena kelelahan dengan aktivitas pada hari sebelumnya, hari itu aku bangun terlambat. Jam setengah tujuh baru bangun dan segera sholat subuh. Setelah mandi pagi, aku awali aktivitas hari itu dengan membantu Bu Rasmin di dapur. Pekerjaan hari ini tidak sepadat kemarin, kami hanya menggoreng ayam goreng.
Sekitar jam 9 pagi, kami berangkat ke sawah. Tapi kali ini hanya bersama Bu Rasmin, tidak bersama dengan Pak Rasmin. Kegiatan ke sawah pun tidak lebih banyak daripada kemarin. Kami hanya memanen singkong.

Sampai di kebun singkong, Bu Rasmin memperlihatkan caranya memanen singkong. Seperti yang ditunjukkan Pak Rasmin kemarin, dicabut dari tanah, dipotong dari akarnya, dibersihkan dari tanah, kemudian dimasukkan ke dalam karung yang sudah disediakan.

Aku dan Naela pun mencoba mempraktekannya. Kami mulai bekerja mencabut tanaman singkong dari tanahnya. Beberapa tanaman singkong tidak terlalu berat untuk dicabut, tetapi beberapa tanaman singkong yang lain membutuhkan tenaga ekstra untuk mencabutnya. Bahkan aku dan Naela harus bekerjasama untuk mencabut sebuah tanaman singkong.

Setelah sekitar 10 tanaman singkong berhasil dicabut, Bu Rasmin mulai memotong singkong-singkong tersebut dari batangnya dan membersihkan dari tanah. Kami sedikit membantu Bu Rasmin dengan memasukkan singkong-singkong tersebut ke dalam karung.

Panen singkong akhirnya selesai dan kami bertiga pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kami sudah disuguhi dengan makan siang. Kami pun cuci tangan dan kaki, istirahat sebentar, kemudian makan siang bersama.
Sekitar jam 11.30, anaknya Bu Rasmin mengajak kami berdua pergi ke pasar. Kami pun langsung setuju. Karena jarak pasar yang cukup jauh dari rumah, maka kami harus menggunakan sepeda motor. Anaknya Bu Rasmin dan tetangganya mengendarai motornya Bu Rasmin, sedangkan aku dan Naela mengendarai motornya tetangganya Bu Rasmin.

Ternyata jarak pasar dari rumah sangatlah jauh. Sangat jauh. Apalagi ditambah jalan yang berkelok-berkelok dan naik-turun menambah kesan perjalanan yang jauh. Tapi pemandangan yang indah membuat kami merasa senang. Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak sekali kebun karet. Ternyata Desa Sukomangli ini memang benar-benar dipenuhi oleh kebun karet.

Setelah sampai di pasar, kami berempat segera membeli barang-barang yang dibutuhkan. Kami membeli berbagai macam sayuran dan membeli baju anak untuk cucunya Bu Rasmin.

Acara pergi ke pasar pun selesai. Setelah dari pasar, aku menyempatkan diri untuk mampir sebentar ke rumahnya Gatya. Kami ngobrol-ngobrol sebentar dan akhirnya aku segera pulang karena setelah ini akan pergi ke pabrik.

Sesampainya di rumah, aku langsung bersiap-siap untuk pergi ke pabrik. Seluruh siswa peserta Live In di Sukomangli akan mengunjungi sebuah pabrik karet di desa itu. Kami akan melihat-lihat cara pemrosesan getah karet sehingga bisa menjadi karet olahan. Setelah pulang dari pabrik, hampir semua anak x-olimp berencana main ke rumahnya Yasinia. Tapi Siti mengajakku main ke rumahnya, menemaninya makan siang karena dia dari tadi belum makan siang. Jadilah aku hanya berdua dengan Siti ke rumahnya.

Setelah menemani Siti yang makannya lama banget, Siti menunjukkan padaku sebuah benda lucu. Ternyata itu biji karet. Bentuknya lonjong, kecil, berwarna coklat tua dengan corak-corak hitam.

Kami pun mencoba mengambil biji karet dari dalam buahnya. Siti yang menemukan buahnya. Karena membuka buah karet sangat susah, kami jadi malas mencobanya lagi.

Kami akhirnya berjalan-jalan sebentar. Di tengah perjalanan, kami bertemu teman-teman kami sedang mengerubungi sesuatu. Ternyata ada suatu peristiwa yang belum pernah kami lihat sebelumnya, yaitu sapi kawin. Anak-anak sangat terkesima melihat adegan sapi kawin. Tidak sedikit dari mereka yang mengambil gambarnya bahkan videonya.

Setelah itu kami para perempuan pergi ke lapangan sepakbola untuk melihat pertandingan sepakbola. Karena lama-lama merasa bosan, akhirnya kami bermain tepok nyamuk, permianan yang pernah kami mainkan saat GPLB. Tepok nyamuk merupakan permainan yang menggunakan kartu remi dan kami menambahkan peraturan bagi yang kalah, mukanya harus rela diolesin bedak.

Tidak ada yang mukanya lolos dari corengan bedak. Tidak puas dengan ini, anak-anak cowo yang sedang bermain sepakbola pun juga tidak luput dari bedak. Setelah permainan yang mengasyikkan ini, kami pun pulang ke rumah orang tua asuhnya masing-masing.

Malamnya, kami kembali melaksanakan kegiatan sharing. Sharing malam terakhir ini tidak dilaksanakan di balai desa, tetapi dilaksanakan di rumah Marhadika. Rumah Mahardika tidak jauh dari balai desa.

Malam itu kegiatan sharing tidak seperti malam-malam sebelumnya. Kami mendengarkan kisah dari Bu Etty, orang tua asuh Mahardika. Bu Etty menceritakan liku-liku kehidupannya sejak kecil. Beliau juga memberi kita motivasi agar kita lebih semangat dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini. Setelah kegiatan sharing yang berlangsung cukup singkat ini, kami tidak langsung pulang kerumah karena anak-anak X-7 belum menyelesaikan acara sharingnya. Kami akhirnya ngobrol-ngobrol di depan rumah tempat X-7 melaksanakan sharingnya.

Kami ngobrol sangat lama dengan anak-anak XI-susulan. Kami bercanda tertawa bersama. Kami selesai sharing sekitar pukul 9 malam, sedangkan anak-anak X-7 baru keluar pukul 10.30 malam.

Setelah X-7 keluar, kami semua langsung pulang ke rumah orang tua asuhnya masing-masing. Setelah sampai di rumah, aku langsung shalat isya dan tidur. Ini adalah malam terakhirku di rumah ini karena besok aku harus kembali pulang ke Semarang.

Selasa, 19 Januari 2010


Keesokan paginya, aku tidak lagi bangun terlambat. Aku langsung shalat subuh dan bersiap-siap untuk pergi ke luwung. Sebagian anak-anak x-olimp janjian akan pergi ke luwung, tempat yang katanya pemandangannya tidak kalah indah dibanding kopel.


Siti menjemputku di rumah dan kami berdua menjemput anak-anak yang lain. Karena sebagian besar lebih ingin meluangkan waktunya untuk packing, alhasil anak-anak yang ikut sangatlah sedikit.

Kami mulai perjalanan ke luwung. Tidak lama kemudian, kami sampailah ke luwung. Luwung hanyalah jalan yang dibatasi dengan lereng yang cukup curam. Jalan itu merupakan perbatasan antara Desa Sukomangli dengan desa sebelah. Pemandangan dari luwung sangat indah, tidak beda jauh dengan kopel. Sebentar sekali kami berada di luwung, kami langsung pulang karena kami harus mengemasi barang-barang kami. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan packing.

Sekitar pukul 9.30 pagi, aku dan Naela sudah siap untuk pulang. Kami menemui Bu Rasmin dan memberi kenang-kenangan kepada beliau. Sebuah kerudung untuk Bu Rasmin dan sebuah Sarung untuk Pak Rasmin. Kemudian kami berdua mengambil tas kami dan bersiap keluar dari rumah itu. Kami bersalaman dengan Bu Rasmin dan mengucapkan kata-kata perpisahan. Kulihat mata Bu Rasmin berkaca-kaca menahan tangis. Bu Rasmin memberi kami oleh-oleh berupa makanan ringan dan petai. Oleh-oleh tersebut dibungkus dengan kardus.

Kami berdua pergi ke balai desa dengan diantar Bu Rasmin dan anaknya. Bu Rasmin dan anaknya membantu membawakan barang-barang bawaan kami. Setelah di balai desa, suasana sudah sangat ramai. Aku meletakkan barang-barangku di dekat balai desa. Kutinggal Bu Rasmin sebentar untuk berbaur dengan teman-temanku.

Busnya pun datang ke balai desa dan aku segera memasukkan barang-barangku. Aku kemudian keluar dari bus dan berpamitan dengan keluarga Bu Rasmin untuk yang terakhir kalinya. Aku mengajak Naela dan keluarga Bu Rasmin untuk berfoto bersama. Untuk lebih mengenang keberadaan mereka.

Setelah itu acara perpisahan dimulai. Anak-anak peserta Live In Sukomangli bersalaman dengan seluruh orang tua asuh yang ada disana. Kemudian kami masuk ke dalam bus. Bus mulai perlahan meninggalkan Desa Sukomangli untuk menuju ke Semarang. Dan itulah terakhir kalinya aku di Desa Sukomangli.

Kegiatan Live In pun selesai. Dari kegiatan ini, kita memperoleh banyak hal. Kegiatan ini melatih kita untuk bersosialisasi dengan semua orang. Menambah pengalaman baru untuk kita, kita jadi tahu kehidupan di pedesaan.

Tapi yang terpenting, kita pun juga jadi lebih bisa menghargai kondisi perekonomian keluarga kita karena selama Live In kita jadi tahu bahwa mencari uang tidaklah mudah. Seperti bertani, berjalan sangat jauh menuju sawahnya, membawa beban-beban yang berat, tapi hasilnya tidak sebanding dengan keringat yang dikucurkan.


Live In sangat menyenangkan dan pengalaman-pengalaman disini sangat berkesan.

0 komentar:

Post a Comment