Malam Sharing Pertama

Keindahan Kopel

Kegiatan Hari Kedua

Hari Pertama di Desa

Pages

Narasi Dwi Syafiar Bayu

2/1/10



MANDIRI
(Melatih Kesederhaaan dan Kepekaan Diri)

Libur semester pertama telah usai dan para siswa SMA Negeri 3 Semarang bersiap menjalani hari baru dengan penuh semangat bertekad menjadi individu yang lebih baik termasuk aku.Hari pertama masuk sekolah, kabar tentang acara live in sudah terdengar oleh semua siswa, khususnya siswa kelas X. Banyak tanggapan baik pro ataupun kontra mengenai terselenggaranya event yang menjadi perecontohan bagi sekolah-sekolah lain ini. Tapi di benakku, sudah terbayang kesederhanaan hidup warga desa yang akan kami tinggali.

Tak lama, surat edaran tentang kegiatan ini sudah terdistribusi ke semua kelas X dan kelas XI susulan.Isi dari surat edaran iu adalah jadwal pembekalan kegiatan live in tahun ini.Selasa,12 Januari 2010 adalah jatah giliran kelasku untuk mengikuti kegiatan technical meeting dengan para pembicara Bp.Muh.Ikhwan, Bp.Arif Setyayoga, Bp. Soleh Amin, serta Bp.Edi Susanto.Kami diberi penjelasan tentang seluk beluk acara ini,mulai dari tujuan serta berbagai pengalaman berkesan live in pada tahun sebelumnya yang didokumentasikan dengan foto-foto unik. Kelasku, X-Olimpiade dan kelas X-7 menempati Desa Sukamangli yang kata orang merupakan desa paling “angker” diantara desa lain.Tapi itu hanyalah pendapat belaka yang tentu saja tidak mematahkan semangatku untuk mengikuti acara ini dari awal hingga akhir.

Pada hari Sabtu, 16 Januari 2010 acara berlangsung dengan upacara pemberangkatan di halaman SMA 3 Semarang. Upacara yang dipimpin oleh Bp. Hari Waluyo berlangsung tertib dan teratur. Kemudian, semua siswa sibuk dengan barang bawaan masing-masing yang didominasi oleh tas-tas besar, bergegas untuk mencari tempat duduk dan menyimpan tas dalam bagasi. Meskipun beberapa tidak mendapatkan tempat duduk, perjalanan tetap dilaksanakan. Perjalanan menuju Kecamatan Patean memerlukan waktu sekitar 4 jam dan setibanya disana, dilanjutkan dengan upacara penerimaan yang dihadiri oleh kepala desa masing-masing.Tepat pukul 11.00 WIB kami menuju Desa Sukamangli dengan penuh perjuangan.Bus yang kami tumpangi terisi 37 orang dari 27 kursi yang tersedia.Terpaksa kami berjejelan di dalam bus selama satu jam.

Tiba di balai desa, kami dipersilahkan duduk dan beristirahat sejenak.Kemudian Bp.Ikhwan,selaku wali kelas X-Olimpiade membacakan nama murid beserta nama orang tua asuh.Tak lama, namaku dipanggil dengan 3 teman serumah.Mereka adalah Akhmal Kamaludin(X-7),Youshua Adenandya(X-7),dan Teguh Prasetyo(XI IA 7).Kami tinggal di rumah Bp.Sudidi yang bekerja sebagai petani dan bertempat tinggal di RT 2.Kami dijemput oleh Ibu Sudidi karena Bp.Sudidi sedang bekerja.Rumah beliau tidak terlalu jauh dari balai desa, cukup berjalan selama tiga menit kami sudah sampai di halaman depannya dan terlihat rumah yang sederhana serta layak untuk dihuni.Kami langsung diberi tahu kamar tidur dan beliau menyarankan agar kami istirahat terlebih dahulu.Aku segera merapikan barang bawaan dan mengganti baju.Kemudian aku menuju ruang keluarga untuk beradaptasi dengan keluarga.Hari pertama belum ada kegiatan membantu orang tua asuh.Hanya membantu pekerjaan rumahan seperti memasak, menyapu, dan menyiapkan teh hangat untuk seluruh keluarga.Masalah beradaptasi sudah terkendali dan kami pun saling mengenal satu sama lain dengan baik.

Malam harinya, sekitar pukul 19.00 WIB kami berkumpul dibalai desa mengadakan kegiatan sharing harian.Sementara itu kelas X-7 berkumpul di rumah Ibu Prapti.Di sana kami menceritakan semua yang telah kami lakukan selama di rumah orang tua asuh, rencana pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan pada hari kedua, serta tanggapan dan kesan mendapatkan rumah yang dihuni. Semua antusias untuk menyampaikan cerita.Tak pelak, gurau canda kami memecah keheningan malam saat itu. Acara ini selesai pukul 22.00 WIB dan semua peserta kembali ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, pukul 05.00 WIB saya diajak oleh Kamal dan Yoshua untuk jalan-jalan menuju sebuah desa bernama Kali Lumpang. Setibanya di perbatasan desa, terpampang pemandangan yang luas, hijau, dan asri seakan tidak tersentuh oleh polusi sedikit pun.Angin sejuk yang berhembus terasa melegakan jiwa dan mengembalikan kesegaran pikiran kita. Sejenak keheningan menyelinap disertai alunan suara daun yang dibelai angin.Matahari tak segan memancarkan sinarnya untuk menghangatkan dunia. Aku masih terkagum-kagum dengan indahnya ciptaan Tuhan yang tiada tandingannya. Setelah matahari keluar dari peristirahatannya, kami memutuskan untuk segera pulang dan mengerjakan pekerjaan yang sudah menjadi profesi Bp.Sudidi selama lebih dari 10 tahun.

Tiba di rumah, kami dipersilahkan untuk sarapan dan bergegas mengganti baju untuk mencari rumput atau sering disebut dengan istilah ”ngarit” di kebun jagung.Setelah semua selesai, kami bersama anak dari Bp. Sudidi ,Pak Nur, menuju kebun jagung. Semula aku kira akan ngarit rumput, ternyata malah ngarit daun jagung.Untuk masuk ke kebun saja butuh perjuangan ekstra.Naik turun bukit yang licin karena malam harinya turun hujan deras dan berjalan kurang lebih satu km untuk masuk ke kebun itu sendiri.Sesampainya di kebun, kami segera membantu Pak Nur untuk mengambil daun jagung. Tetapi daun jagung yang diambil haruslah daun yang berada di bawah jagung pertama yang tumbuh. Hal ini disebabkan jika kita ngarit semua daun yang ada, maka jagung yang masih muda tidak dapat terbentuk karena kurangnya energi dari proses fotosintesis.

Untuk ngarit saja kita menggunakan tangan kosong, padahal kebun jagung milik Pak Sudidi merupakan kebun organik yang pastinya banyak terdapat hama seperti ulat bulu, laba-laba, dan belalang.Kami ngarit sekitar 1 jam dan hasilnya terkumpul banyak dengan bonus bentol-bentol merah pada kulit kami.Semua daun diikat dan harus dipanggul untuk membawanya pulang sebagai pakan sapi.Berat daun yang dibawa perorang mencapai 30 kg dan dipanggul melewati jalan sepanjang 3 km dengan istirahat satu kali.Sesampainya di rumah, kami bertemu dengan teman kami yang sedang menjual jamu dan kami membelinya dengan harga Rp 1.000,00 per gelasnya.Kami langsung istirahat sejenak di ruang keluarga sambil menonton acara TV.

Satu jam kemudian, ada tugas selanjutnya yaitu memandikan sapi atau istilah setempatnya “ngguyang sapi”.Mengeluarkan sapi dari kandang sudah berjalan mulus, tetapi anak sapi yang terakhir keluar mendadak lari menerobos gerombolannya.Susah payah kami menggiring ke dalam sungai kecil atau lebih tepat disebut kali.Disana, kami memandikan sapi menggunakan rumput dan sabun colek.Semula yang terlihat kotor, sapi itu kembali bersih dan wangi.Kemudian kami menggiring ke padang rumput agar sapi merumput. Tiba-tiba Bp. Ikhwan datang dan mengabarkan untuk mengulangi kegiatan memandikan sapi untuk didokumentasikan oleh sekolah.Satu jam kami menunggu dan akhirnya pihak sekolah datang juga dan menjadikan kami bidikan kamera masing-masing. Pada malam hari, sharing berjalan seperti biasa dengan riang canda dan humoritas dalam menyampaikan ceriata.

Hari ketiga tak ubahnya seperti hari pertama.Hanya saja yang bekerja aku dan Kamal sedangkan Yoshua dan Teguh kembali ke rumah disaat kami menunggu Pak Sudidi yang ngarit di ladang tebu. Setelah ngarit selesai, beliau mengajak kami umtuk menuju kebun jagung miliknya untuk memetik beberapa jagung yang sudah siap panen.Ternyata baru sedikit yang sudah siap panen dan jagung yang kami dapat dibuat jagung bakar saja.Sesampainya di rumah, kami diajak tetangga kami, untuk memetik rambutan sesuka kami.Di tengah percakapan kami, muncul teman-teman kami yang kemudian kami ajak untuk menikmati rambutan dan mendengarkan cerita-cerita mistis yang fasih dituturkan tetanggaku seakan sudah hafal diluar kepala.Tak hanya itu, beliau juga dapat melihat karakter seseorang hanya dengan melihat raut wajah.Mungkin tetanggaku punya potongan bakat peramal meski menurutku tidak sepenuhnya benar.

Sharing hari terakhir diisi dengan kegemparan dan kepanikan setelah beredar kabar “mistis” di desa yang kami tempati. Semua bercerita tentang fakta-fakta yang mereka dapati dari penduduk sekitar.Mulai dari hantu sampai korban yang berjatuhan karena melanggar adat setempat.Namun kali ini kami tidak mengadakan sharing di balai desa, melainkan di rumah yang salah satu teman kami tempati.Kegiatan itu diadakan untuk mendengarkan pengalaman seseorang yang berjuang untuk menghidupi keluarganya disaat keberuntungan sama sekali tidak berpihak. Kami juga menyampaikan kesan pesan kami selama mengikuti acara live in.
Sekitar dua jam kemudian acara selesai dan semua kembali ke rumah masing-masing untuk berkemas.

Tiba saatnya kami harus berpisah dengan orang tua asuh kami.Tak lupa aku mengucapkan banyak terima kasih dan memberi kenang-kenangan kecil untuk mereka. Kami menunggu bis dibalai desa dan sesampainya bus datang, kami segera memasukkan tas dan oleh-oleh dari orang tua asuh masing-masing.Sebelum meninggalkan desa, kami mengikuti upacara perpisahan yang dihadiri oleh Kepala Desa Sukamangli, Bp.Umboro Hari.S. dan diakhiri dengan pemberian plakat penghargaan dan bersalam-salaman dengan warga setempat.Setelah semua masuk dalam bus, kembali terulang kejadian disaat hari pertama pemberangkatan.Ya, terpaksa kami berjejelan dalam bus yang hanya tersedia 27 tempat duduk dan terisi 41 orang penumpang selama 4 jam.

0 komentar:

Post a Comment