Malam Sharing Pertama

Keindahan Kopel

Kegiatan Hari Kedua

Hari Pertama di Desa

Pages

Narasi Nisita Putri

2/1/10



Pada tanggal 26 sampai 29 Januari 2010, SMA Negeri 3 Semarang mengadakan program pembentukan karakter yang bernama ‘live in’. Program tersebut mengharuskan kami, anak anak kelas 10, untuk tinggal membaur bersama orang di desa yang telah dipilih oleh pihak sekolah. Pada kesempatan kali ini, saya yang berada di kelas 10 olimpiade akan menempati desa Sukomangli, Kecamatan Patean Kabupaten Kendal. Pasangan live in saya adalah Puput kelas 10 – 7. orangtua asuh saya adalah Mbah Sumi yang bekerja sebagai petani. Saya tidak sabar untuk segera mengikuti live in. Rencananya, rombongan kelas 10 akan berangkat dari sekolah pukul 7 hari Sabtu, 26 Januari 2010. Namun ternyata, pada tanggal itu keluarga saya akan menghadiri acara pernikahan saudara. Maka akhirnya diputuskan saya akan berangkat menyusul sore harinya. Setelah menghubungi wakil kepala sekolah Pak Soleh, kami diperbolehkan untuk menyusul, asal orangtua saya tidak sampai bertemu dengan orangtua asuh saya selama live in. Pak Ikhwan, wali kelas saya, telah setuju untuk menjemput saya di balai desa Sukomangli.

Hari Jumat sampai dengan hari Sabtu saya berada di Kebumen untuk menghadiri pernikahan saudara. Baru jam 12 siang, saya bersiap siap untuk langsung menuju desa Sukomangli. Perjalanan dari Kebumen ke kecamatan Patean sangat melelahkan, terlebih karena kami sekeluarga belum mengetahui jalur mana yang harus ditempuh untuk bisa mencapai desa Sukomangli. Apalagi saat itu hujan deras, maka mobil harus berjalan pelan pelan agar tidak tergelincir. Sekitar jam 5 sore, kami berhasil mencapai kecamatan Patean, namun belum menemukan desa Sukomangli. Kami juga tidak bisa menghubungi pihak sekolah karena sinyal buruk. Syukurlah pada jam 6 sore kami berhasil mencapai desa Sukomangli setelah bertanya pada beberapa orang.

Kami langsung mencari balai desa, namun tidak ketemu. Lalu kami turun dan bertanya kepada salah satu warga yang kebetulan rumahnya akan dipergunakan untuk sharing anak anak kelas 10-7. di sanalah saya dijemput oleh Pak Ichwan untuk menuju rumah saya selama di desa. Sesampainya di rumah Mbah Sumi, orangtua asuh saya, saya kaget, karena ternyata rumahnya bagus. Rumahnya sudah rumah permanen, perabotnya bagus, dan berkeramik. Hanya saja dapurnya masih berupa plesteran dan masih menggunakan kayu bakar. Setelah menyalami keluarga Mbah Sumi yang terdiri dari anaknya, menantu, dan cucu cucunya, saya langsung berganti baju untuk menghadiri acara sharing, di mana kami harus menceritakan apa saja yang kami lakukan pada hari itu. Saya pergi ke balai desa, sementara Puput teman saya, menuju ke rumah Bu Prapti.

Pada saat sharing, saya bertemu dengan teman teman. Masing masing bercerita tentang rumahnya di desa, dan juga pekerjaan orangtuanya. Ada yang orangtuanya membuat kerupuk, ada yang pawang ular, ada yang tukang jamu, petani, dan bahkan ada juga yang bapak asuhnya adalah Pak Carik. Saya belum bisa bercerita apa apa. Akhirnya sekitar jam setengah 10 sharing selesai dan kami kembali ke rumah masing masing. Sebelum itu kami membuat janji untuk pergi ke kebun karet bersama sama. Sesampainya di rumah, saya bertanya kepada orangtua asuh saya tentang kegiatan besok. Ternyata, besok saya dan Puput akan diajak untuk memetik jagung di kebun. Saya pun langsung tidur karena tidak sabar untuk segera berkegiatan.

Esok harinya, saya bangun jam 5 pagi untuk pergi ke kebun karet. Sebelum itu, saya menghangatkan diri di tungku kayu yang ada di dapur; karena hawa di desa Sukomangli sangatlah dingin. Setelah minum teh panas yang sudah disiapkan oleh anak Mbah Sumi, saya pun pergi ke kebun karet bersama teman teman. Kebun karet tidak begitu jauh dari rumah saya. Dan pemandangan di sana sangatlah bagus, masih asri dan udaranya sangat segar. Di sana saya dan teman teman berfoto – foto sambil menikmati keindahan alam di kebun karet tersebut. Jam 6 pagi, saya dan teman teman kembali ke rumah masing masing untuk segera berkegiatan.

Ternyata di rumah, Puput dan anak Mbah Sumi sedang memasak. Saya pun ikut membantu. Setelah menyapu rumah dan ikut memasak, saya dan Puput sarapan, lalu mandi sekaligus mencuci baju. Lalu jam 8 pagi saya, Puput, Ibu dan cucu Mbah Sumi yang bernama Adel pergi ke kebun jagung. Kami bertemu teman saya yang bernama Nova dan Sita yang orangtuanya tukang jamu.

Ternyata mereka sudah membuat jamu pagi pagi dan langsung menjajakannya. Tangan mereka sampai berwarna kuning karena harus memeras bahan bahan pembuat jamu dengan cara manual. Setelah saya membeli jamu dari Nova dan Sita, kami melanjutkan perjalanan ke kebun jagung. Selama melintasi rumah rumah di desa, saya merasa senang karena baru pertama kali melihat suasana pedesaan yang sangat kental seperti ini. Sapi, kambing, bebek dan hewan ternak lainnya sudah menjadi hal yang biasa di tempat ini. Selain itu, orang orang di sini sangat ramah satu sama lain. Di kebun, ternyata tidak hanya jagung yang ditanam di situ. Kebun itu tampaknya adalah tanah luas yang dipergunakan warga bersama sama untuk bercocok tanam. Jadi, tidak ada pemilik sah tanah tersbut. Semua warga bebas menanam palawija dan memanen sendiri hasilnya. Kami memetik beberapa jagung untuk dimasak nanti. Saya diajari oleh Ibu bahwa jagung yang manis adalah jagung yang bulir bulirnya kecil. Justru jagung yang sudah tua dan bulirnya besar pahit dan tidak enak. Sesudah memetik jagung, kami pun kembali ke rumah.
Ibu memberitahu kami baru akan memasak nanti siang, maka dari itu, saya dan Puput tidak ada kerjaan lagi. Karena bosan di rumah, saya dan Puput pun berjalan jalan keliling desa.

Di perjalanan, kami bertemu teman kami Dyan dan Dhisti. Setelah berjalan memutar desa, kami bertemu rombongan jamu lagi. Karena tertarik, kami pun ikut bergabung bersama mereka menjajakan jamu. Pada waktu itu, saya mencoba untuk menggendong keranjang jamu, ternyata sangat berat dan membuat susah berjalan. Saat kami menjajakan jamu keliling desa, kami bertemu beberapa teman kami yang sedang berkegiatan, antara lain menggembalakan sapi, dan ada juga yang mengangkat rumput berkilo kilo gram untuk makan sapi. Akhirnya sekitar jam 12 siang, jamu pun habis dan saya mulai lelah. Saya dan Puput pulang ke rumah. Di rumah, ibu sudah bersiap siap untuk memasak. Kami pun ikut membantu. Kami membuat bakwan jagung dari jagung yang tadi kami petik. Ketika bakwan sudah jadi, rasanya bangga karena itu adalah hasil jerih payah kami sendiri. Setelah makan siang, saya dan Puput tidur sebentar. Sorenya, saya main ke rumah teman dan jam 6 pulang untuk mandi dan bersiap siap sharing.

Jam 7 saya dan teman teman menuju balai desa untuk sharing. Di sana teman teman mulai bercerita, dan tiba tiba saya merasakan perut saya sakit. Akhirnya saya ijin untuk ke rumah teman saya yang ada di dekat balai desa untuk menumpang ke kamar mandi. Ternyata saya diare. Akhirnya saya diberi obat oleh teman saya dan pulang lebih awal. Sampai di rumah, saya di ’keroki’ oleh ibu. Ternyata saya masuk angin. Setelah minum obat, saya pun tidur.
Esok paginya, saya agak terlambat bangun. Di dapur Puput dan Ibu ternyata sedang memasak, akhirnya saya membantu membersihkan ruangan dalam. Saat menyapu ruang tamu, teman saya yang bernama Dian datang untuk menjual gorengan. Saya pun membeli satu dan melanjutkan membersihkan rumah. Setelah selesai, saya sarapan, dan kemudian bapak mengajak kami untuk ke pabrik karet. Di desa Sukomangli memang merupakan sentral pembuatan karet, dan kebetulan bapak, menantu Mbah Sumi, bekerja di sana. Saya, Puput, dan beberapa teman kami ikut ke pabrik sekitar jam 8. ternyata, aktivitas di pabrik belum mulai.

Akhirnya bapak membawa kami berkeliling untuk melihat lihat saja. Ada tempat pengasapan karet dan ada juga tempat sortasi karet. Bapak bercerita kepada kami, bahwa sehari pabrik itu bisa menghasilkan berton ton karet untuk diproduksi, dalam negeri maupun ekspor. Setelah melihat – lihat, kami membantu Bapak mengangkat kayu bakar untuk bahan bakar pengasapan karet. Kayu kayu itu berasal dari pepohonan karet yang sudah tua. Jadi, mereka menebang kayu dengan menerapkan sistem tebang pilih. Kayu kayu itu sangat banyak dan berat, meskipun begitu, Bapak tetap santai dan kelihatan sangat mudah memindah – mindahkannya.

Selesai membantu Bapak, kami pulang karena capek. Lagipula, nanti siang kami akan ke pabrik ini lagi bersama guru dan teman teman yang lain. Saya langsung pulang ke rumah, sementara Puput ke TK sekolah Adel. Siang hari jam 1 saya berkumpul di balai desa untuk berangkat ke pabrik karet lagi. Kali ini, saya bisa melihat proses pembuatan karet yang sesungguhnya. Karet tersebut awalnya berbetuk seperti spons, berwarna putih dan lembut, seperti ampas tahu. Karet itu lalu digiling, dan dikirim ke ruang pengasapan. Di ruang pengasapan akan dibakar dengan suhu tertentu dan proses tertentu yang memakan 5 hari. Setelah dibakar, karet akan mengeras dan berwarna coklat, namun tetap elastis. Setelah itu, karet akan masuk ke bagian sortasi untuk disortir dan langsung dipak dan dipasarkan.

Sesudah melihat lihat pabrik, kami kembali ke rumah masing masing. Karena masih tidak enak badan, saya pun tidur. Sorenya, saya masih diare. Karena itu Ibu menyuruh saya untuk makan daun jambu biji muda dicampur dengan garam. Katanya, saya disuruh mengunyah saja dan mengambil airnya. Rasanya sungguh sangat tidak enak. Sepat dan asin karena ada garamnya. Sore itu saya tidak mandi, karena hawanya sangat dingin. Akhirnya, saya minta ijin ke teman yang rumahnya di sebelah saya, karena saya tidak ikut sharing. Malamnya, saya tidur lebih awal, dan merasa agak kecewa karena saya tidak melakukan banyak hal hari itu. Terlebih lagi, besok sudah pulang. Ibu dan Mbah Sumi pun sudah menyiapkan dua kardus untuk oleh – oleh saya dan Puput.

Keesokan harinya, saya dibangunkan oleh teman saya sekitar jam 5 untuk pergi ke Luwung. Katanya itu adalah perbatasan antara desa Sukomangli dengan desa sebelah, dan
pemandangannya sangat bagus. Saya dan beberapa teman saya pergi ke Luwung, dan menikmati pemandangan alam yang benar benar asri. Sekitar jam setengah tujuh, kami kembali ke rumah karena jam 8 sudah harus berkumpul dan bersiap kembali ke Semarang. Saya mengepak tas saya, mandi dan bersiap siap. Puput juga. Lalu, kami semua berfoto keluarga untuk kenang – kenangan. Setelah itu, bapak dan ibu mengantarkan kami ke balai desa, tak lupa kami menyerahkan kado yang sudah dibawa dari Semarang, berupa cangkir, mangkuk, sarung dan selendang. Kami benar benar sedih karena harus meninggalkan keluarga Mbah Sumi. 4 hari di rumah ini terasa sangat menyenangkan meski sangat singkat. Apalagi, keluarga Mbah Sumi sangat perhatian dengan saya dan Puput.

Jam 8, kami berkumpul di balai desa. Setelah mengadakan upacara singkat, kami pun menuju ke bis masing masing, setelah sebelumnya bersalam – salaman dengan penduduk desa. Di dalam bis sangat sempit dan pengap, karena jendela kecil, dan kursinya hanya 27. 2 jam perjalanan ke Semarang terasa sangat lama dan melelahkan. Namun kami berhasil tiba di Semarang sekitar pukul 11 pagi.

Akhirnya, kami kembali lagi ke SMA 3 Semarang. Hati kami senang sekaligus sedih. Senang karena bisa kembali lagi ke rumah kami sendiri sendiri, sedih karena meninggalkan keluarga kami di Sukomangli. Sesampainya di rumah, saya segera mengirimkan pesan untuk keluarga Sukomangli bahwa saya sudah sampai di rumah dengan selamat.

Live in SMA 3 Tahun Ajaran 2009/2010 selesai sudah. Banyak sekali pengalaman dan ajaran berharga yang kami dapatkan dalam acara ini. Baik yang menyenangkan maupun menyedihkan. Saya merasa semakin dekat dengan teman – teman sekelas, juga teman teman yang dari kelas lain. Saya ingin mendapatkan kesempatan serupa jika bisa.

0 komentar:

Post a Comment