Malam Sharing Pertama

Keindahan Kopel

Kegiatan Hari Kedua

Hari Pertama di Desa

Pages

cerita

9/4/13

cerita

Catatan Live In Sukomangli in VIDEO

3/22/10

Inilah video yang kami janjikan................

Narasi Nova Soraya

2/22/10


Yeah! Live in! Suatu acara yang sudah kutunggu-tunggu sejak pertama kali aku masuk dan bersekolah di SMA 3 Semarang dan hari ini adalah hari keberangkatan live inku. Hari yang sudah kutunggu-tunggu, tapi akhir-akhir ini aku merasa takut. Aku merasa takut mengalami perpisahaan dengan live in 4 hari lagi dan harus kembali berkutat dengan sekolah.

Tapi, mau bagaimana lagi, aku meyakinkan diriku bahwa aku akan mendapat banyak pengalaman menyenangkan nantinya setelah live in dan setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bukan?

Bangun pukul 5 lebih sedikit pagi ini, aku belum sepenuhnya bisa membuka mataku karena aku masih terlalu capek setelah melakukan packing kemarin malam. Walaupun hanya packing, tetapi aku cukup lelah karena harus mondar-mandir mengumpulkan dan menata semua barang yang akan aku bawa. Hari ini rencananya semua peserta live in harus datang ke sekolah kurang dari jam setengah 7. Setelah melakukan semua ritual persiapan sebelum berangkat dan berkumpul di SMA 3, akupun berpamitan dengan orang tuaku. Mereka tidak henti-hentinya berpesan agar aku tidak menjadikan diriku seorang tamu yang harus dilayani di sana karena hal itu sangat menyimpang dari tujuan live in sebenarnya. Akupun berangkat dari rumah sekitar pukul 05.45.
Sesampainya di SMA 3, ternyata sudah banyak anak SMA 3 peserta live in yang datang.

Kebanyakan dari mereka membawa tas / koper yang tidak begitu besar, jadinya aku merasa sedikit malu karena aku baru sadar kalau koper yang kubawa itu ukurannya terlalu besar. Sewaktu tiba di sana, bis no. 13 yang ditumpangi kelasku, X-Olimpiade ternyata belum datang. Sambil menunggu bis tersebut datang, kamipun mengabadikan momen-momen sebelum berangkat ini dengan foto-foto bersama. Setelah diberitahu melalui mikrofon kalau kami bisa meletakkan tas kami di dalam bis, kami pun segera berjalan sambil membawa barang-barang bawaan kami. Setelah bersusah payah memperebutkan kursi di dalam bis, kami juga masih harus bersusah payah menata tas-tas dan barang-barang bawaan kami lainnya.

Ternyata bis itu terlalu kecil untuk menampung 31 anak olimpiade ditambah dengan barang-barang bawaan mereka. Apalagi jika sesuai dengan rencana, nantinya bis tersebut akan ditambah dengan 7 orang kelas XI susulan + barang-barang bawaan mereka. Aku tidak sanggup untuk membayangkan bagaimana nanti jadinya.

Beberapa menit kemudian, kamipun akhirnya bisa menata semua tas dan koper di dalam bis. Setelah itu, kami kembali turun untuk mengikuti apel keberangkatan. Kami juga dibagi satu per satu topi live in berwarna merah yang bertuliskan ”LIVE IN SMA 3 SEMARANG TH. 2009 / 2010” di sebelah kanan dan di sebelah kiri bertuliskan ”KECAMATAN PATEAN KAB. KENDAL. Sambil menunggu persiapan untuk apel keberangkatan, kami kembali mengabadikan momen-momen menunggu apel keberangkatan tersebut dengan berfoto – foto ria. Tidak lama kemudian, semua guru dan petugas apel terlihat sudah siap. Kamipun langsung baris di belakang papan nama kelas kami. Sewaktu apel keberangkatan, aku memilih barisan paling depan karena aku ingin mendapat kesempatan untuk bisa memotret tanpa halangan saat apel tersebut berlangsung.

Apel tersebut hanya berlangsung sekitar 15 menit. Setelah apel tersebut selesai, kami diberitahu untuk bisa kembali ke dalam bis masing-masing dan bis yang sudah komplit siswanya bisa berangkat terlebih dahulu. Ketika semua anak X-olimpiade mulai memasuki bis, terjadi keributan lagi, karena ada beberapa koper yang di tata di tengah – tengah bis sehingga kami tidak bisa lewat di dalam bis tersebut. Tetapi, akhirnya kamipun bisa mengatasi masalah tersebut. Setelah semuanya duduk, walaupun ada yang hanya duduk di atas koper, dan semua anak yang seharusnya berada di bis 13 telah komplit, bis kamipun akhirnya berangkat.

Rencananya, kami akan menuju ke kecamatan Patean terlebih dahulu sebelum akhirnya ke desa Sukomangli untuk mengikuti apel penyambutan.

Perjalanan menuju ke Kecamatan Patean tidak terlalu berkesan karena pemandangan yang terlihat biasa saja, seperti pemandangan di perkotaan umumnya walaupun sudah memasuki kabupaten dan kota Kendal. Sekitar satu setengah jam kemudian, kamipun tiba di kecamatan Patean. Ternyata sudah banyak rombongan-rombongan lain yang sudah tiba. Setelah turun dari bis, udaranya langsung terasa dingin, padahal saat itu masih siang hari.

Saat menunggu untuk persiapan apel penyambutannya terasa cukup lama dan membosankan karena aku merasa sangat mengantuk. Tetapi, akhirnya apel itupun dimulai. Apel itu berlangsung cukup sebentar, sekitar 15 menit. Sejujurnya, saya tidak mengetahui apa saja yang terjadi saat apel tersebut karena seperti yang sudah saya katakan tadi, saya merasa sangat mengantuk saat itu. Setelah apel itu selesai, kami semua kembali ke dalam bis.

Di dalam bis suasananya semakin parah setelah bis tersebut ditambah dengan anak XI sususlan. Bahkan ada beberapa anak yang nekat duduk di atas sandaran kursi. Alhasil, udaranya tambah panas dan pengap serta suasananya semakin ramai. Dalam perjalanan menuju ke desa Sukomangli, pemandangan yang terlihat di sebelah kanan dan kiri jalan sungguh luar biasa indahnya. Aku bisa melihat hutan-hutan, sungai-sungai, pegunungan, dsb.

Jalannya pun naik turun dan berkelok-kelok membuat beberapa temanku merasa pusing. Akupun berharap kalau di desa Sukomangli pemandangannya juga seindah itu. Sepanjang perjalanan, aku terus merasa dag-dig-dug dan penasaran memikirkan bagaimana orang tua asuhku, rumah yang akan kutempati, dan bagaimana aku bisa menjadi tukang jamu. Pikiran-pikiran aneh dan konyol mulai melintas. Kemudian, setelah kurang lebih dua jam kemudian, kami pun sampai di balai desa Sukomangli.

Saat itu, di balai desa Sukomangli sudah banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang menunggu di sekeliling balai desa. Setelah semua anak X-olimpiade, X-7, dan seluruh calon orang tua asuh berkumpul di dalam balai desa, orang tua asuh tersebut maju satu persatu untuk dipertemukan dengan anak asuhnya. Perasaan dag-dig-dug itu semakin terasa. Tidak lama kemudian, namaku pun dipanggil dan akhirnya aku bertemu dengan orang tua asuh serta pasangan satu rumahku, Lolita dari X-7. Aku kaget sekali karena ternyata ibu asuhku masih sangat muda.

Setelah bersalaman dengannya, akupun segera mengambil koperku dan mengikuti ibu tersebut. Di luar balai desa, aku baru diberitahu kalau ternyata aku serumah, sekamar, dan seranjang dengan Shita (teman sekelasku) dan Rachma dari X-7. Aku senang sekali karena bisa serumah berempat. Padahal seingatku nama ibu asuh kami berbeda. Ternyata ibu asuhnya Shita itu anaknya ibu asuhku yang tinggalnya serumah.

Setelah diberi penjelasan singkat tersebut, kamipun mengikuti ibu Muryati menuju ke rumahnya. Jalan yang kami lalui itu jalannya berbatu-batu dan naik-turun sehingga aku terpaksa mengangkat koperku. Letak rumahnya pun cukup jauh dari balai desa dan juga cukup ”mbulusuk-mblusuk”. Sesampainya di rumah yang akan kami tempati, aku kaget bukan kepalang. Rumahnya itu bisa dibilang bagus jika mengingat apa tujuan live in sebenarnya. Lantainya berkeramik, ada TV, DVD player, dsb. Kamar mandinya pun jumlahnya 2 buah dan berkeramik semua. Akupun bersyukur atas rumah yang akan kutempati ini karena rumah tersebut sangat jauh dari perkiraanku. Aku berpikir kalau rumah yang akan ditempati untuk live in itu semuanya tidak berkeramik, kamar mandinya bisa di atas sungai / kali. Tapi, ternyata kenyataannya sangat jauh berbeda.

Setelah diberitahu kamar tidur kami berempat, kami pun berbincang-bincang sebentar dengan bu Muryati dan berkenalan dengan bu Klimah, ibu asuhku sebenarnya. Kami juga diperkenalkan dengan suami bu Klimah, suami bu Muryati, dua adik bu Muryati, dan satu anak bu Muryati. Jika dijumlahkan semuanya, jumlah orang yang menempati rumah itu ditambah kami berempat menjadi 11 orang. Terlalu banyak, bukan? Ketika keluar rumah sebentar, aku baru tahu kalau depan rumahku adalah rumahnya Isti dan samping rumahku adalah rumah Kum-kum. Aku menjadi tambah senang karena ada rumah temanku yang letaknya dekat.

Setelah berganti baju, kami berempat pun membantu bu Muryati memasak. Saat memasak, kami berempat pun terlihat kalau tidak biasa memasak. Apalagi Shita yang sudah terbiasa hidup sebagai anak kos-kosan dan hanya mengandalkan makanan-makanan instan saja. Tetapi, paling tidak sekarang kami sekalian belajar memasak. Setelah masakannya matang, kami pun makan bersama dan merasa puas dengan hasil masakan kami. Setelah kenyang, aku dan Rachma sholat dhuhur bergantian. Setelah itu sekitar pukul 2 siang, kami berempat izin kepada bu Muryati untuk pergi berjalan-jalan sebentar.

Di tengah jalan, aku bertemu dengan teman-temanku yang lain yang juga sedang jalan-jalan tanpa tujuan. Bella pun akhirnya mengajak kami ke hutan karet yang katanya sangat bagus. Ketika kami ke sana, Subhanallah, hutan karetnya memang luar biasa indahnya. Hal yang pertama kami lakukan pastinya berfoto-foto. Untung saja saat itu aku membawa kamera digital. Kami pun berfoto-foto sebanyak mungkin. Karena hujan mulai turun, kami pun pulang. Saat itu aku sangat senang karena suasana di desa Sukomangli sangat tidak mengecewakan.

Setelah kami pulang dari jalan-jalan, rasa kantuk mulai menyerangku lagi. Sekitar pukul 3, aku pun tidur dan minta teman-teman membangunkanku sekitar pukul 4 nanti karena katanya teman-teman laki-laki kami ingin bermain futsal sebagai latihan untuk ligasha. Ketika aku bangun ternyata sudah pukul setengah lima dan di luar hujan deras. Aku pun lega karena pastinya teman-teman tidak jadi berlatih futsal jika hujan deras. Setelah bangun, aku berusaha menguatkan diriku untuk mandi karena katanya bu Muryati airnya sangat dingin.

Ketika aku mandi, airnya memang sangat dingin, tapi aku sedang sangat ingin mandi. Alhasil, setelah mandi, aku merasa sangat kedinginan. Setelah itu, akupun sholat ashar. Kemudian, kami semua membantu bu Muryati menyiapkan makan malam. Setelah makan malam, kami pun meminta izin kepada seluruh orang yang ada di rumah untuk pergi ke balai desa guna mengikuti kegiatan sharing.

Ketika keluar rumah, hawa dingin langsung menusuk kulitku dan ternyata masih hujan deras. Sebelum ke balai desa, kami berempat menghampiri Isti dan Audi. Saat menunggu mereka, aku merasa tambah kedinginan sampai-sampai tangan dan bibirku bergetar semua. Walaupun sudah memakai jaket dan kaos lengan panjang, udaranya tetap terasa sangat dingin. Selain itu, jalan di sekitar rumah kami pun sangat gelap. Hal ini benar-benar menunjukan perbedaan antara suasana pedesaan dan perkotaan. Kemudian kami berempat segera pergi ke masjid yang letaknya tidak jauh untuk sholat magrib. Setelah itu, kami segera pergi ke balai desa karena sudah tidak tahan dengan hawa dingin yang semakin menusuk kulit.

Sesampainya di balai desa, kami pun sangat bersemangat menceritakan bagaimana kondisi rumah kami dan cerita-cerita lainnya. Kebanyakan teman-temanku juga mendapat rumah yang berkeramik dan terlalu bagus untuk dijadikan tempat live in. Ketika sharing dimulai, kami diminta menceritakan apa yang telah kami kerjakan hari ini dan juga apa yang akan kami kerjakan besok. Banyak teman-temanku yang mengalami hal-hal yang sangat lucu hari ini. Aku sadar hal seperti ini akan sangat kurindukan, saat kebersamaanku bersama teman-temanku, saat kami semua bisa tertawa bahagia tanpa memikirkan sesuatu apapun tentang sekolah, dan saat kami semua benar-benar merasa kalau kami ini adalah satu keluarga.

Sharing malam ini berlangsung sampai pukul setengah sepuluh. Karena kami sudah mengantuk, kami pun pulang ke rumah masing-masing dan berjanji untuk pergi ke suatu tempat bernama Couple untuk melihat sunrise. Sesampainya di rumah, aku langsung sholat isya dan tidur. Jujur saja, ranjang yang kami tempati terlalu sempit untuk kami berempat, tapi mau bagaimana lagi. Sisi positifnya kami tidak terlalu merasa kedinginan dengan posisi tidur kami yang berdempet-dempetan. Kami pun tidur nyenyak dan berharap hari esok akan menjadi lebih menyenangkan.

Minggu, 17 Januari 2010
Sekitar pukul 05.00, aku sudah bangun. Aku langsung mengirim sms ke Audi jadi atau tidak pergi ke Couple. Kemudian, dia menjawab jadi. Aku pun membangunkan Shita, Rachma, dan Lolita. Setelah sholat shubuh, aku dan Shita menggosok gigi di luar karena kami tidak tahu bagaimana cara menghidupkan lampu kamar mandi sedangkan orang-orang rumah lainnya belum ada yang bangun. Di luar ternyata Audi dan teman satu rumahnya sudah menunggu. Setelah selesai, kami meminta izin bu Klimah untuk pergi ke Couple sebentar. Sebelumnya, kami masih harus menghampiri Isti, Bela, Winda, Lisa dan teman – teman lainnya yang rumahnya cukup dekat dengan rumah kami. Sesampainya di balai desa ternyata teman-teman kami yang lainnya sudah meninggalkan kami dan sampai di Couple. Alhasil hari itu kami tidak jadi pergi ke Couple dan jujur aku merasa cukup kecewa dan jengkel terhadap mereka. Aku dan Shita pun memutuskan kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku kaget karena ternyata Rachma dan Lolita sedang membantu bu Klimah membuat jamu. Kami membuat jamu beras kencur, kunir asem, dan juga sirih. Sebenarnya saat menumbuk bahan-bahan untuk jamu, tanganku terasa sangat pegal karena penumbuknya terlalu berat dan besar serta bahan-bahan untuk jamu tersebut sangat susah dan lama untuk dihaluskan. Aku juga ikut memeras kunyit sehingga telapak tanganku berubah menjadi kuning dan itu bisa menjadi bukti autentik bahwa kita berempat telah membuat jamu. Setelah jamunya jadi semua, kami berempat mandi bergantian. Setelah itu, kami membantu bu Muryati memasak makanan untuk makan pagi.

Sekitar pukul setengah 9 pagi, kami berempat dan bu Muryati sudah siap berjualan jamu. Hari itu hanya bu Muryati yang akan berjualan jamu karena bu Klimah sedang berduka cita. Ada salah satu saudaranya yang baru saja meninggal dunia. Rencananya kami hari ini hanya akan berjualan keliling desa Sukomangli.

Tentu saja kami juga akan memaksa teman-teman kami untuk membeli jamu kami. Kami pun memulai berjualan dari rumah ke rumah. Setiap teman kami yang kami jumpai pasti agak sedikit kami paksa untuk membeli jamu dan akhirnya mereka pun membeli juga. Di tengah perjalanan saat menjual jamu, kami bertemu dengan Dian, Tita dan teman serumah mereka. Mereka berkata bahwa mereka sedang tidak ada kerjaan.

Akhirnya mereka pun ikut berjualan jamu keliling desa. Saat berjualan jamu di daerah RT. 06, kami bertemu dengan sekelompok anak kecil. Kami pun akhirnya bermain-main dengan anak-anak kecil tersebut sambil berjualan jamu. Kami pun sempat berfoto-foto juga dengan anak-anak kecil tersebut. Setelah selesai berjualan di Rt. 06, kami melanjutkan ke Rt lain yang belum kami kunjungi, tetapi anak-anak kecil itu malah mengikuti kami. Jadi, jika ditotal, orang yang ikut berjualan jamu saat itu ada 11 orang ditambah bu Muryati.

Setelah sebagian besar botol jamu sudah kosong, kami berdelapan baru mulai bergantian menggendong jamu. Saat aku menggendong jamu, aku selalu merasa jamu yang kugendong itu goyang-goyang dan hampir jatuh, padahal sebenarnya tidak. Jadi, saat berjalan sambil menggendong jamu, aku selalu berjalan dengan menundukkan kepala melihat ke bawah dan berjalan sangat lambat. Selain itu sebenarnya saat aku menggendong jamu, pundakku terasa pegal sekali padahal menggendong jamunya cuma sebentar. Jadi, belum-belum tangan dan pundakku sudah pegel semua. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana bu Muryati dan bu Klimah bisa dan kuat melakukan ini setiap hari.

Sekitar pukul setengah sebelas, botol jamunya sudah kosong semua kecuali botol yang berisi jamu pahitan. Kemudian kami memutuskan untuk pulang karena sudah siang. Dalam perjalanan pulang, kami bertemu dengan pak Ikhwan. Pak Ikhwan pun bertanya apakah jamunya masih atau tidak. Karena kami menjawab kalau jamunya sudah haabis tinggal jamu pahitan saja, alhasil pak Ikhwan meminta tolong bu Muryati untuk membuat jamu lagi setelah ini untuk disuguhkan kepada kepala sekolah yang akan datang sekitar pukul 1 siang.

Setelah sampai di rumah dan berpisah dengan teman-teman serta anak kecil yang ikut berjualan jamu tadi, kami pun istirahat sebentar. Setelah itu kami membantu bu Muryati menyiapkan makan siang. Setelah makanan siap dan lagi-lagi kami merasa bangga bisa menyiapkan makanan sendiri, kami pun makan siang. Kemudian aku dan Raachma segera sholat dhuhur. Setelah perut terasa kenyang dan tenaga pulih kembali, aku dengan Shita, Rachma, dan Lolita pun kembali membantu bu Klimah membuat jamu pesanan pak Ikhwan tadi. Pegal-pegal di tangan yang belum hilang akhirnya malah menjadi lebih pegal lagi. Tapi mau bagaimana lagi. Aku pun pasrah-pasrah saja.

Sekitar pukul 01.00 jamu-jamu yang dipesan pak Ikhwan sudah jadi. Karena pak Ikhwan hanya berkata bahwa jamu tersebut untuk disuguhkan kepada pak Hari Waluyo, maka kami pun hanya membuat 1 botol beras kencur dan 1 botol kunir asem. Setelah aku, Shita, Rachma, dan Lolita siap berjualan jamu lagi, kami pun akhirnya pergi bersama-sama tanpa bu Muryati ke rumah yang di tempati pak Ikhwan. Di sana lagi-lagi aku dikagetkan oleh hal yang tak terduga. Di depan rumah yang ditempati pak Ikhwan ada mobil SMA 3 dan ternyata tidak cuma pak Hari yang berkunjung ke sana, tetapi juga ada banyak guru yang mungkin jumlahnya semobil.

Aku bingung. Ketika menjuali jamu di sana, aku merasa dipermainkan oleh guru-guru tersebut. Ada yang pesan jamu antikere, awet nom, jamu langsing, antimlarat, dsb. Guru-guru itu pun membeli jamu berebut-rebutan, sampai-sampai kami berempat bingung mana yang lebih dulu dan apa jamu yang dipesan. Ketika kami bingung, guru-guru itu malah tertawa. Tapi, karena memang dasarnya kami belum terbiasa berjualan jamu, kami lupa membawa serbet untuk mengelap gelasnya.

Kami pun kebingungan bagaimana mengelap gelasnya padahal guru-guru sudah pada memesan jamu. Akhirnya tanpa menghiraukan rasa malu yang muncul, kami pun meminjam serbet di sana. Selain itu, kami juga merasa benar-benar malu karena cara mencuci gelas kami itu tidak benar. Salah satu dari guru tersebut yang malah mengajari kami bagaimana cara mencucinya. Melihat kami tidak bisa mencuci dengan benar, lagi-lagi kami ditertawakan oleh guru-guru tersebut. Lagi-lagi malu, malu, dan malu.

Tujuan utama kami adalah menyuguhkan jamu untuk pak Hari, tetapi pak Hari malah hanya meminum jamu beras kencur setengah gelas. Sedangkan jamu-jamu yang lainnya dihabiskan oleh guru-guru yang lain. Setelah jamu yang kami jual tinggal sedikit beras kencur saja, kami pun berpamitan pulang. Di tengah perjalanan pulang, lagi-lagi kami bertemu pak Ikhwan.

Pak Ikhwan ternyata belum mencicipi jamu kami. Untung saja masih ada beras kencur yang pas untuk satu gelas. Pak Ikhwan pun akhirnya membeli beras kencur tersebut. Hasil penjualan jamu kami untuk guru-guru tersebut sejumlah Rp 13.000,00. Sedangkan hasil penjualan jamu kami saat berkeliling desa sekitar Rp 40.000,00. Jadi sisi positif yang bisa didapat dari rasa malu kami dan pegal-pegal kami adalah kami bisa memberikan hasil penjualan jamu kepada bu Mur dan bu Klimah yang lebih banyak dari pada biasanya.

Setelah pulang dan sampai di rumah, kami pun sholat dhuhur dan istirahat dengan duduk-duduk sebentar di depan rumah. Setelah itu, kami meminta izin lagi kepada bu Mur dan bu Klimah untuk berjalan-jalan sebentar. Saat berjalan-jalan tanpa tujuan, kami melihat ada ramai-ramai di depan rumah Bayu. Kami pun kesana. Ternyata banyak juga teman-teman lain yang di sana. Ternyata mereka semua sedang malihat ”sapi kawin”.

Hmmm.. melihat sapi kawin. Pengalaman yang lumayan juga. Tapi, sebaiknya tak usah dijelaskan lebih rinci lagi mengenai bagaimana prosesnya. Banyak teman saya yang memotret kejadian tersebut. Tapi, mungkin karena dilihat terlalu banyak orang, proses perkawinan sapi itupun tidak berhaasil-berhasil.

Setelah puas melihat sapi kawin yang tidak berhasil-berhasil tersebut, aku dan teman-temanku jalan-jalan tanpa tujuan. Aku dan teman-temanku pergi manghampiri teman lain yang masih ada di rumah. Setelah itu, kami pun pergi ke lapangan. Lapangan itu sungguh luas dan luar biasa indahnya. Di sebelah kanan lapangan tersebut terdapat kuburan yang bagus karena memiliki banyak pohon-pohon yang berwarna putih. Di sekeliling lapangan hanya terlihat hutan-hutan / kebun karet. Karena hujan rintik-rintik mulai turun dan hari sudah terlalu sore, kami pun memutuskan untuk pulang.

Sesampainya di rumah, aku, Shita, Rachma, dan Lolita bergantian mandi sambil membantu bu Mur masak untuk makan malam. Setelah semuanya sudah mandi dan makan malam sudah siap, kami pun segera makan. Setelah itu aku dan Rachma bergantian sholat magrib. Kemudian kami melakukan ritual wajib kami setiap malam, yaitu sharing di balai desa. Kami pun meminta izin terlebih dahulu kepada orang-orang yang ada di rumah. Sebelum kami pergi ke balai desa, seperti biasanya kami menghampiri rumah Audi dan rumah Isti untuk mengajak mereka berangkat bersama ke balai desa.

Malam sharing kedua terlihat tidak seseru dan sesemangat malam sharing pertama. Hal ini mungkin disebabkan karena semuanya sudah capek sehabis bekerja seharian. Tetapi, masih cukup serulah paling tidak. Malam ini pak Ikhwan membatasi jam 9 harus sudah pulang sehingga tidak semua anak bisa kebagian jatah sharing. Pak Ikhwan juga berkata bahwa besok akan diadakan satu rangkaian acara baru, yaitu tur ke pabrik karet karena salah satu keunggulan dari Sukomangli adalah karet. Tur ini akan dilakukan pukul 01.00 siang. Selain itu, pak Ikhwan mengatakan bahwa malam sharing terakhir akan didatangkan seorang tokoh. Tapi, pak Ikhwan belum mau memberitahu siapa tokoh tersebut. Saat sharing pak Ikhwan juga berpesan jangan melakukan hal-hal aneh khususnya di hari-hari terakhir.

Setelah jam menunjukkan pukul 9 lebih, kami pun dipersilahkan untuk kembali ke rumah masing-masing. Kami juga berjanji untuk pergi ke suatu tempat yang bernama Luwung-Luwung untuk melihat sunrise besok pagi-pagi sekali. Sesampainya dirumah, kami pun malah berbincang-bincang terlebih dahulu dengan bu Klimah yang sedang menonton TV. Kami mulai menanyakan mitos-mitos apa saja yang beredar di Sukomangli tetapi, bu Klimah tetap dan selalu berkata tidak ada apa-apa. Lama kelamaan rasa kantuk mulai menyerang kami. Kami pun minta izin kepada bu Klimah untuk bisa pergi tidur. Setelah itu kami pun tidur dengan sangat nyenyak dan berharap besok sebagai hari terakhir kerja bisa memiliki pengalaman yang lebih mengesankan daripada hari ini.

Senin, 18 Januari 2010

Pada pukul 04.30, Shita membangunkanku. Setelah itu, aku mengirim sms kepada Bela dan Audi jadi pergi ke Luwung ato tidak. Mereka menjawab jadi. Aku pun langsung membangunkan kedua temanku yang lainnya, sholat subuh, kemudian menggosok gigi dengan Shita di luar rumah. Setelah aku, Shita, Audi, dan Isti sudah kumpul, kami langsung pergi ke balai desa. Tetapi, di perjalanan kami juga menghampiri setiap rumah teman kami lainnya untuk mengajak jadi ikut ke Luwung atau tidak. Kami mengetuk-ketuk pintu rumah mereka padahal itu masih jam 5 pagi dan kebanyakan dari rumah mereka pintunya masih tertutup dan lampu rumahnya belum menyala. Bela ternyata sudah menghampiri rumah teman-teman kami yang berada di sekitar Rt. 02 dan Rt.03. Kami pun menunggu cukup lama di balai desa dan takut kalau kami akan ketinggalan melihat sunrise. Sekitar pukul 05.15, akhirnya mereka semua muncul juga di balai desa. Kami pun segera bergegas ke Luwung-Luwung.

Sesampainya di Luwung-Luwung aku bisa tertakjub-takjub melihat apa yang kulihat. Hamparan pegunungan dengan langit biru yang bersemburat-semburat oranye. Ternyata kami belum terlalu telat untuk melihat sunrise. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan hijau saja. Kami pun berfoto-foto di sana. Kami juga berteriak-teriak sekeras mungkin karena di bawah kami tidak ada rumah penduduk. Seperti yang kukatakan tadi, yang terlihat hanya hamparan hijau saja. Setelah puas berteriak-teriak dan berfoto-foto dengan berbagai pose, kami pun memutuskan untuk pulang karena sudah waktunya bagi kami untuk membantu orang tua asuh masing-masing. Di dalam perjalanan pulang, kami malah bertemu dengan Dyan, salah seorang teman kami yang menjual gorengan. Kami pun membeli gorengan tersebut karena kami semua lapar, tetapi kami tidak membawa uang. Akhirnya, kami semua pun dibayari oleh Irham.

Di rumah, ternyata bu Klimah sudah membuat jamu sirih dan beras kencur dengan dibantu oleh bapak. Ketika melihat hal tersebut aku jadi merasa tidak enak karena tidak membantu mereka, tetapi malah jalan-jalan bersama teman-teman. Aku dan Shita pun segera membantu bu Klimah. Kami segera membantu menumbuk bahan-bahan jamu tersebut dan tanganku mulai terasa pegal-pegal lagi. Tapi tak apalah, paling tidak bisa dijadikan pengalaman membuat jamu.

Tidak lama kemudian Rachma dan Lolita pun datang dan membantu kami. Setelah jamunya selesai dibuat dan dimasukkan ke dalam botol, kami semua mandi bergantian sambil membantu bu Mur menyiapkan sarapan. Setelah selesai mandi dan sarapan, kami pun berjualan jamu. Rencananya, hari ini aku, Shita, dan Lolita akan berjualan jamu di laen desa, yaitu desa Kalipuru. Sedangkan Rachma, Audi dan teman satu rumahnya akan berjualan jamu dengan bu Klimah keliling desa Sukomangli. Aku, Shita, Lolita, serta bu Mur berangkat berjualan jamu terlebih dahulu karena jarak ke Kalipuru cukup jauh.

Untuk bisa pergi ke desa Kalipuru, kami melewati jalan yang kanan kirinya itu hutan karet semua. Tetapi, untung saja di tengah perjalanan ada 2 sepeda motor yang mau mengantarkan kami sampai di desa Kalipuru. Dengan bersusah payah, kedua sepeda motor yang kami naiki tersebut harus melewati jalan yang berbatu-batu serta jalan yang naik-turun. Di kanan kiri jalan tersebut hanya terdapat hutan, mulai dari hutan karet, kopi, coklat, dan masih banyak lagi. Namun, yang paling banyak adalah hutan karet. Setelah sampai di desa Kalipuru, yang ternyata jaraknya memang lumayan jauh dari desa Sukomangli, kami pun turun dari sepeda motor tersebut dan mengucapkan banyak terima kasih pada bapak yang mengendarai daan mengantarkan kami tadi.

Di desa Kalipuru, yang pertama kali kami tuju adalah peternakan ayam. Peternakan tersebut sangat besar. Terdapat beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu ayam di sana. Ketika berjualan jamu di peternakan ayam tersebut, kami bertemu dengan peserta live in lain yang berasal dari desa Gedong. Kami pun sama-sama terkaget-kaget. Setelah itu, kami melanjutkan ke rumah-rumah yang biasanya memang sudah menjadi pelanggan tetap jamu bu Mur. Ketika kami berjualan dari rumah ke rumah, kami malah menjadi tontonan bagi warga di sana. Banyak yang menertawakan kami. Banyak yang berkata bahwa seharusnya kami yang menggendong jamu tersebut. Warga di sana menyebut kami PKL. Untung saja jamunya cepat habis sehingga bisa segera pulang.

Dalam perjalanan pulang, aku dan Shita memutuskan untuk berjalan sampai rumah. Kami sudah memaksa dan mendesak bu Mur untuk ikut truk yang lewat sampai ke Sukomangli karena bu Mur sudah terlihat pucat dan kecapekan menggendong jamu, tetapi bu Murnya juga malah ikut-ikutan tidak mau. Ya sudah, akhirnya kami pun pulang dengan berjalan kaki dan Lolita pun menggantikan bu Mur menggendong jamu sampai rumah. Dalam perjalanan pulang, aku senang sekali bisa menghirup udara yang sejuk di hutan. Aku senang sekali bisa menjelajahi hutan dengan berjalan kaki seperti ini. Aku bersyukur sekali ditempatkan di desa Sukomangli ini karena memiliki pemandangan dan tempat-tempat yang sangat indah. Aku juga menyempatkan diri untuk berfoto-foto. Sambil berjalan pulang, kami juga mengambil kayu-kayu yang berserakan untuk dijadikan kayu bakar. Seperti peribahasa sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Sebenarnya bagiku perjalanan pulang itu terasa tidak terlalu lama dan tidak terlalu jauh, bahkan mungkin malah menyenangkan.

Setelah sampai di rumah, aku, Shita, dan Lolita istirahat sebentar dengan duduk – duduk di teras. Setelah itu Shita memiliki rencana untuk membuat jamu yang dibungkus dengan plastik kecil-kecil dan dijual saat sebelum tur ke pabrik karet. Setelah aku sholat dan makan siang, kami pun segera membuat jamu lagi. Jadi, sejak kemarin kami selalu membuat jamu 2 kali tiap harinya. Hal ini kami lakukan untuk bisa menambah penghasilan orang tua asuh kami. Kami pun mulai menumbuk bahan-bahan untuk jamu. Kami hanya akan membuat 2 jamu, yaitu kunir asem dan beras kencur. Setelah semuanya jadi dan dibungkus ke dalam plastik-plastik kecil, kami pun membawa jamu-jamu tersebut di dalam sebuah plastik besar. Alhamdulillah, jamu-jamu itu laris semua dan kami bisa memperoleh sekitar 20.000an. Setelah itu, kami melakukan tur ke pabrik karet.

Di pabrik karet, walaupun turnya cukup membosankan, tetapi tur tersebut dapat menambah pengetahuanku mengenai cara pembuatan karet sebenarnya. Saya bisa mengamati secara langsung proses pengolahan karet dari getah sampai menjadi karet siap pakai. Di sana, kami pastinya juga berfoto-foto ria. Setelah selesai tur, aku bersama teman-teman sekelas pergi ke rumahnya Yasin. Di sana tanpa ada rasa malu kami menghabiskan makanan dan minuman yang ada. Karena kami sangat ingin minum es, kami pun pergi ke tokonya Dian untuk membeli es batu serta nutrisari. Kemudian, es tersebut dibuat di dalam teko dan diminum bersama-sama. Setelah itu, kami berencana untuk pergi ke lapangan.

Sesampainya di lapangan, teman laki-laki kami bermain futsal sedangkan aku, Puput, Siti, dan Camelia malah berlomba-lomba mencari bijih karet yang jatuh ke tanah. Aku memperoleh cukup banyak biji karet, tetapi tetap masih kalah dengan bijih karet yang didapat Puput. Setelah itu, kami melihat teman perempuan kami yang lain bermain teplok nyamuk. Kami berempat pun langsung menghentikan perlombaan aneh tersebut dan segera ikut bermain teplok nyamuk. Bermain teplok nyamuk dimana yang kalah akan diberi bedak sungguh mengasyikkan. Untung saja, aku tidak pernah kalah. Tapi, ujung-ujungnya aku juga diberi bedak ”biar adil” , begitu kata teman-teman yang lain. Setelah puas bermain teplok nyamuk dan berfoto – foto ria, kami pun pulang ke rumah masing-masing karena hari juga sudah sore. Sore terakhir yang kami lewatkan di Sukomangli ini, benar-benar pengalaman yang tak bakal bisa dilupakan.

Di malam sharing terakhir kali ini, pak Ikhwan berjanji akan mendatangkan seorang tokoh desa dan tempatnya pun berbeda dari tempat untuk sharing pada malam-malam sebelumnya. Tempat untuk sharing malam ini dilakukan di tempat orang asuh Slim karena ternyata yang dimaksud dengan tokoh yang akan didatangkan saat malam terakhir adalah orang tua dari orang tua asuhnya Slim. Di sana kami diceritakan tentang pengalaman seseorang sampai beliau bisa meraih keberhasilan seperti saat ini. Jujur saja, karena saya terlalu mengantuk di sana, saya malah tidak mendengarkan apa yang beliau ceritakan, saya malah tertidur dengan pulas.
Setelah sharing terakhir tersebut, kami pun pulang ke rumah masing-masing sekitar pukul 09.00. Malam itu langit terlihat bertabur banyak bintang dan bulan yang bersinar terang terlihat begitu indah. Suasana malam terakhir itu membuatku menjadi lebih sedih lagi jika mengingat besok adalah hari kepulangan kami ke Semarang.


Setelah sampai di rumah, aku dan teman-teman mulai membereskan pakaian-pakaian kami, bersiap-siap untuk pulang besok. Karena pakaian kami juga masih berada di koper semua, kami pun tidak memerlukan waktu yang terlalu banyak untuk membereskan pakaian kami. Setelah semuanya sudah masuk ke dalam koper, kami pun segera tidur.

Selasa, 19 Januari 2010

Hari perpisahan yang paling tak ingin kulewati akhirnya datang juga. Bangun pukul 06.30 (tentunya setelah sholat subuh tidur lagi) aku langsung teringat bahwa kami seharusnya sudah berkumpul di balai desa untuk pulang sekitar pukul 07.30. Kami pun langsung mandi bergantian. Setelah itu, kami makan pagi bersama-sama. Setelah makan pagi, ternyata Audi dan temannnya sudah bersiap di depan rumahku sambil membawa koper untuk ke balai desa. Setelah itu, aku pun meminta kepada Bu Klimah satu keluarga untuk mau berfoto bersama-sama dengan aku, Shita, Rachma, dan Lolita di depan rumah.

Akhirnya Audi pun memfoto kami dari depan rumah. Setelah itu, kami pun berpamitan kepada Bu Klimah satu keluarga. Kami menyerahkan kenang-kenangan kami kepada mereka dan mereka memberi kami oleh-oleh satu plastik besar. Bu Klimah sekeluarga berpesan agar aku dan teman-temanku tidak pernah melupakan mereka dan menyuruh kami datang ketika lebaran nanti. Mereka juga meminta maaf jika selama 3 hari live in ini mereka mempunyai kesalahan. Aku pun juga begitu, aku meminta maaf kepada mereka karena telah merepotkan mereka selama 3 hari. Perpisahan itu terjadi begitu singkat, setelah kami bersalaman, aku langsung membawa koperku menuju balai.

Setelah apel penutupan di balai desa, kami bersalam-salaman dengan seluruh orang tua asuh. Setelah itu kami masuk ke dalam bus. Saat bis mulai berangkat, seluruh orang tua melambaikan tangan dari pinggir jalan. Kejadian itu benar-benar menyentuh hatiku. Aku pasti akan merindukan segala sesuatu yang ada di Sukomangli ini. Tapi, setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan inilah perpisahan itu. Dan akhirnya di hari perpisahan ini, kami pun pulang dengan membawa sejuta pengalaman yang tak kan pernah bisa untuk dilupakan.

Narasi Luthfi Hamid




Pada hari itu tanggal 16 Januari 2010, aku terbangun di pagi hari. Seperti biasa aku malas bangun. Tapi tiba-tiba aku teringat bahwa kegiatanku hari itu berbeda dari hari-hari biasa. Ternyata hari itu ada event yang sangat aku tunggu-tunggu dari dulu, yaitu “Live in SMA Negeri 3 Semarang”. Live in kali ini berada di kecamatan Patean, Kendal. Kebetulan kelas X-Olimpide mendapat jatah di desa Sukomangli. Desa yang katanya pemandangannya paling bagus. Setelah aku teringat hal tersebut segera aku lari ke kamar mandi. Tapi tunggu dulu, aku ke kamar mandi bukannya mau mandi terlebih dahulu. Akan tetapi aku malah melaksanakan kewajiban di pagi hari, yaitu “boker”. Kemudian aku sholat baru setelah itu mandi.

Setelah mandi aku mempersiapkan semua perlengkapan yang nantinya akan diperlukan saat Live in. Perlengkapan tersebut seperti baju dan alat-alat mandi. Setelah semua siap aku segera mencari sarapan bersama teman kost. Setelah sarapan aku kembali ke kamar kost. Ternyata teman satu kamar kost aku belum siap dan belum mandi. Ya dasar dia aja, padahal dia bangun pukul tiga dini hari bukannya siap-siap malah main game. Ya akhirnya aku bersama teman kost aku yang lain sepakat menungguinya walaupun nanti kami jadi agak terlambat.

Setelah teman satu kamar kost aku siap akhirnya kami berangkat bersama-sama. Kami berangkat untuk berkumpul di sekolah dengan berjalan kaki. Kami berjalan kaki dengan sangat terburu-buru karena kami mengira bahwa kami terlambat. Ternyata setelah sampai di sekolah kami belum terlambat. Ternyata upacara pembukaannya belum mulai dan ada juga anak lain yang belum berangkat.

Sesampai di sekolah aku bersama teman-teman kelas X-Olimpiade berfoto-foto terlebih dahulu. Dan setelah itu aku bersama temanku yang bernama Ghamdan mencari bis yang akan dinaiki X-Olimpiade. Kebetulan kelasku mendapat bis bernomor 13. Setelah berputar-putar kami akhirnya mendapatkan bis itu. Kami pun senang sekali karena X-Olimpiade mendapat bis yang ber-AC.

Setelah itu aku bersama Ghamdan memberi tahu kepada teman-teman yang lain. Dan seketika mereka berlari ke bis untuk mencari tempat duduk. Aku pun tak mau kalah dengan mereka karena kapasitas bis hanya 27 orang, sedangkan kelasku sendiri jumlahnya 32 orang. Dan akhirnya pun aku mendapat tempat duduk bersama Ghamdan yang tempatnya agak di depan. Kami pun menata barang-barang yang ternyata menambah kesesakan bis.

Setelah menata barang-barang terdengar bunyi pengumuman kepada para siswa untuk mengikuti upacara pembukaan Live in. Upacara ini dipimpin oleh kepala sekolah baru kita. Upacara pun berjalan cukup hening.

Akhirnya upacara pun selesai dan kami segera menempatkan diri ke bis masing-masing. Pertama masuk bis rasanya panas sekali karena AC-nya belum dinyalakan. Dan bis pun berjalan dengan keadaan di dalam masih panas dan pengap. Ternyata AC-nya sengaja tidak dinyalakan oleh supirnya karena tidak kuat.

Akan tetapi kami tetap senang di perjalanan menujun Patean. Di dalam bis kami saling bercanda ria walaupun dalam keadaan berdesak-desakan. Di perjalanan aku masih merasa asing dengan jalan yang kami lewati. Maklum aku bukan anak pesisir pantura. Jadi tentu aku masih asing dengan daerah pantura.

Di dalam bis kami juga bernyanyi mengikuti sebuah lagu yang dimainkan melalui ponsel salah satu teman kami. Tapi, sang sopir ternyata tidak mau kalah. Dia malah membunyikan tape yang ada di bis. Yang membuat kami agak sebel adalah lagu yang dimainkan lagu berjenis dangdut. Tapi lama-lama menjadi biasa saja. Malah kami menjadi tertidur karena lagu tersebut.

Setelah kami tertidur, kami terbangun dan melihat ke arah luar bis. Kami terkesima dengan pemandangan yang kami lihat. Dan tak lama kemudian kami telah sampai di kecamatan Sukorejo. Itu berarti kecamatan Patean sudah tidak jauh lagi. Dan itu memang benar, kami pun sampai di Kantor kecamatan Patean.

Di sini akan diadakan upacara dengan Camat Patean. Tapi sebelum upacara dimulai, aku mencari temanku yang bernama Dhewa. Dia adalah anak yang nantinya akan menjadi teman satu kamarku saat Live in. Dan kami membicarakan tentang bingkisan yang nantinya akan kami berikan ke orang tua asuh Live in.

Upacara pun berjalan lancar. Setelah upacara selesai, kami pun kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke Sukomangli. Perjalanannya cukup jauh. Dan akhirnya kami mencapai desa Sukomangli. Kami turun di Balai desa untuk bertemu dengan orang tua asuh terlebih dahulu.

Di sana aku berbincang dengan Dhewa. Kami sedang berpikir orang tua asuh kami seperti apa. Kemudian satu per satu para murid dipanggil untuk bertemu dengan orang tua asuhnya. Setelah kami menunggu agak lama, akhirnya kami mendapat giliran. Ternyata orang tua asuh kami sudah agak tua.

Kemudian kami beranjak menuju rumah orang tua asuh kami. Dari balai desa kami cukup berjalan kaki karena rumahya tidak begitu jauh. Pada saat berjalan kami berbincang-bincang dengan orang tua asuh kami.

Dan kami pun sampai di rumah orang tua asuh kami. Rumahnya tenyata sudah lumayan bagus. Lantainya sudah memakai keramik dan kamar kami pun sudah layak untuk tidur. Ya walaupun di belakang dapurnya masih memakai tungku kayu bakar. Aku pun bertanya letak kamar mandi untuk buang air kecil sekaligus melihat kelayakan kamar mandinya. Ternyata kamar mandinya cukup bersih dan cukup nyaman untuk menunaikan “kewajiban” di pagi hari.

Kemudian kami berbincang dengan anggota keluarga orang tua asuh kami. Ternyata mereka enak diajak berbicara. Kami berincang sambil disuguhi makanan dan minuman kopi. Kami pun berbincang agak lama.

Setelah perbincangan selesai kami segera sholat dzuhur karena sudah terdengar adzan yang menandakan waktu sholat dzuhur. Setelah itu kami ditawari untuk makan siang. Kami pun menerima tawaran itu dengan senang hati karena kami sudah sangat lapar.

Setelah makan siang kami diajak menuju kandang ternak. Di situ kami melihat berbagai hewan ternak seperti sapi, angsa, ayam, dan kelinci. Ketika aku masuk ke kandang kelinci aku terkaget karena kelincinya besar-besar sekali. Akan tetapi hewan-hewan tersebut lucu sekali.

Kemudian kami beranjak kembali ke kamar untuk istirahat sejenak. Di dalam kamar kami bercengkerama dan melakukan kegiatan yang agak aneh. Kegiatan tersebut adalah “kentut-kentutan”. Kegiatan tersebut dimulai oleh Dhewa.

Agak lama di dalam kamar kami menjadi bosan. Akhirnya kami minta untuk diantarkan ke sawah tempat orag tua asuh kami bekerja. Akhirnya pun kami diajak ke sawah tersebut. Pada saat perjalanan ke sawah kami bertemu dengan teman-teman kami yang lain. Mereka sedang bermain-main.

Perjalanan menuju sawah lumayan jauh. Kami harus melewati hutan karet terlebih dahulu. Tapi itu adalah letak keasyikannya. Aku sangat menikmati pemandangan hutan karet karena ini pertama kalinya aku melihat pohon karet.

Tak lama kemudian kami pun sampai di sawah. Di tempat tersebut sudah ada Pak Dipo bapak asuh kami yang sedang membajak sawah. Kami disuruh mengangkat kayu bakar untuk dibawa ke rumah. Akhirnya kami pun kembali ke rumah lagi dengan membawa kayu bakar. Kami kembali tanpa orang tua asuh kami.

Awalnya kami takut tersasar tapi hal itu tidak terjadi. Kami pun sampai di rumah orang tua asuh kami. Setelah kami meletakan kayu bakar di belakang rumah, kami berniat untuk masuk ke rumah. Akan tetapi rumah tersebut terkunci. Karena hal tersebut kami tidak dapat masuk ke rumah. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain ke luar. Kami bermain ke lapangan untuk bermain bola dengan teman-teman kami.

Baru beberapa saat bermain, tiba-tiba hujan datang. Kami pun segera berlari untuk pulang ke rumah. Di rumah ternyata sudah ada orang. Kami pun bergegas masuk ke rumah dan mandi. Setelah mandi kami ke kamar. Di kamar kami istirahat dan bermain.

Dan waktu pun berganti menjadi maghrib. Kami sholat maghrib dan makan malam. Malam ini kami ada acara sharing bersama teman-teman. Tapi sebelum berangkat sharing aku mengaji dulu. Sedangkan Dhewa memutuskan untuk berangkat lebih dulu. Baru mengaji beberapa ayat tiba aku mendengar jeritan di luar rumah. Dan tiba-tiba Dhewa berlari masuk ke kamar. Dia bilang bahwa dia melihat kuntilanak. Aku pun segera mengecek kebenaran tersebut. Ternyata yang dilihat dia hanyalah karung putih yang digunakan untuk membungkus buah nangka di pohonnya. Akan tetapi dia masih ketakutan. Akhirnya aku memutuskan berangkat bersamanya.

Setelah sampai di balai desa, kami berpisah karena kami berbeda kelas dan tentunya tempat sharing kami berbeda. Di balai desa, anak-anak X – Olimp sudah berkumpul. Di sini kami menceritakan semua kegiatan hari ini. Aku pun menceritakan kejadian-kejadian lucu hari termasuk kejadian yang baru saja, yaitu kejadian saat Dhewa melihat karung yang dikira kuntilanak. Teman-teman pun tertawa mendengar cerita ini.

Sharing pun berjalan lancar. Setiap anak menceritakan kegiatannya hari ini. Dan semuanya sudah capek. Akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing. Aku pulang sendirian. Awalnya aku biasa saja. Tapi setelah sampai di jalan gelap dekat kuburan aku jadi takut. Aku segera mempercepat langkahku.

Akhirnya aku pun sampai rumah. Lega sekali rasanya kalau sudah berada di tempat aman. Ternyata Dhewa sudah sampai duluan. Kemudian kami pun sholat dan tidur karena sudah ngantuk dan capek.

Pada malam pertama ini tidurku belum nyenyak. Mungkin karena tempatnya masih asing denganku. Dan juga disebabkan anginnya saat itu besar sekali seperti angin puyuh. Sehingga membuat suasana menjadi berisik yang tentunya sangat mengganggu saat-saat tidur. Tapi aku pun tertidur juga sampai pagi.

Hari ke-2

Setelah tertidur semalaman, aku pun terbangun dari tidurku. Aku lihat jam di ponselku menunjukan pukul 04.30. Seperti biasa aku melakukan “kewajiban” saat pagi hari di kamar mandi. Kurang lebih aku di kamar mandi selama 15 menit. Kemudian aku sholat subuh dan membangunkan Dhewa. Dia pun terbangun dan aku suruh sholat.

Dan kemudian aku pergi jalan-jalan bersama teman-temanku. Kami pergi ke sebuah tempat yang pemandangannya indah. Tempat tersebut bernama “Kopel”. Sebuah tempat yang terdapat gardu pandang untuk melihat pemandangan. Dari situ kami dapat melihat kota Kendal. Sayangnya kota Semarang tidak kelihatan karena terhalang oleh bukit. Tapi kami sangat menikmati pemadangan tersebut. Cukup lama kami di situ.

Setelah kami rasa cukup kami pun beranjak pergi dari tempat tersebut. Anak-anak perempuan pulang ke rumah. Sedangkan yang laki-laki memutuskan untuk bermain sepak bola terlebih dahulu. Kami bermain cukup lama. Kami berhenti setelah ada penggalian kubur. Kebetulan lapangan tempat kami bermain bola bersebelahan dengan kuburan. Dan kebetulan salah satu dari kami harus ikut menggali kubur bersama orang tua asuhnya.

Aku pun pulang rumah orang tua asuhku. Sesampai di situ, aku segera membersihkan kaki dan mencuci tangan. Kemudian aku dan Dhewa sarapan pagi untuk bekal energi bekerja hari itu. Setelah sarapan, aku bertanya ke mana bapak asuhku. Ternyata beliau sedang mengikuti proses pemakaman. Itu artinya kami akan menganggur sampai siang.

Aku pun hanya menonton TV saat itu. Lama-lama aku jadi bosan. Akhirnya kami memberi makan kelinci dan memberi minum sapi. Kemudian aku menaruh sangkar burung di luar. Saat aku mengambilnya di dalam rumah, aku terjatuh saat mengguakan pijakan kursi. Lumayan sakit sebenarnya. Tapi itu tak aku pedulikan. Setelah itu aku mennganggur lagi. Aku hanya menonton TV dan bermain kucing dengan Dhewa. Di saat kami menganggur, terdengar ketukan pintu dari depan rumah. Ternyata itu adalah Guru kami yang sedang survei ke rumah-rumah yang di tempati siswa. Kami pun membuka pintu dan menyambutnya dengan senang hati. Setelah itu Guru kami melihat seluruh isi-isi rumah. Pada awalnya mereka mengira kami hanya bermalas-malasan saja. Tapi kami menerangka bahwa kami menganggur karena orang tua asuh kami sedang mengikuti proses pemakaman. Mereka pun memakluminya. Tidak lama kemudian mereka pun pergi untuk meneruskan survei mereka.

Beberapa jam kemudian, kami diajak mencari rumput oleh anak orang tua asuhku. Tempatnya lumayan jauh di luar desa Sukomangli. Dan kami pun sampai di ladang jambu orang tua asuhku. Di sini adalah tempat kami akan mencari rumput. Kami mencari rumput lumayan banyak. Di saat aku mengambil rumput menggunakan arit, tanganku terkena benda tajam tersebut. Tapi aku tidak memberi tahu dan langsung mencari daun untuk menutupi luka tersebut. Aku pun meneruskan kembali pekerjaanku.

Setelah rumput-rumput terkumpul, aku mencoba mengangkat ikatan rumput yang besar. Ternyata sangat berat sekali dan aku sampai jatuh ke tanah. Akhirnya aku mengangkat yang kecil. Dan temanku pun mengangkat yang kecil. Setelah itu kami bergegas membawa rumput pulang ke rumah.

Perjalanan ini terasa berat karena kami harus memanggul rumput yang lumayan berat. Akan tetapi kami harus semangat, karena bawaan kami tidak seberapa dibandingkan dengan bawaan anak bapak asuh kami.

Setelah berjalan mencapai masjid, kami memutuskan untuk beristirahat dulu. Di tempat tersebut kami berbincang macam-macam. Kami beristirahat cukup lama. Dan setelah capek kami berkurang, kami meneruskan perjalanan kami ke rumah. Perjalanan kami terasa berat lagi. Tapi kami berusaha cepat sampai rumah untuk melepas lelah.

Beberapa saat kemudian kami sampai di rumah. Kami langsung duduk dan melepas lelah. Kemudian kami mandi dan makan siang. Setelah itu aku merasa capek sekali dan mengajak Dhewa untuk tidur siang. Begitu sampai di kamar, langsung terlelap tidur.

Beberapa jam kemudian aku terbangun karena mendengar suara teman-teman Dhewa. Kemudian aku membangunkan Dhewa. Setelah itu dia pergi bersama teman-temannya. Akhirnya aku pun ditinggal. Kemudian aku sholat ashar dan melanjutkan tidur kembali. Tapi aku hanya tidur sebentar dan segera mandi. Tak berapa lama kemudian Dhewa pun datang. Segera dia mandi. Setelah maghrib tiba, aku dijemput teman-temanku. Sebenarnya aku belum makan, tapi dengan perut keroncongan, akhirnya aku pun mengikuti teman-temanku ke Balai Desa untuk menghadiri acara malam sharing.

Di balai desa ternyata sudah ada beberapa teman sekelasku. Tak berapa lama kemudian, semuanya datang termasuk Pak Ikhwan. Malam itu tidak semuanya bercerita. Karena anak-anak kelihatan capek, karena mereka sudah bekerja seharian. Termasuk aku pun juga sangat capek dan mataku seakan-akan menutup karena mengantuk. Tapi teman-teman menceritakan bahwa kegiatannya hari itu sangat menyenangkan. Setelah pukul 21.00 semuanya sudah mengantuk. Akhirnya Pak Ikhwan mengakhiri acara malam sharing.

Sebelum pulang, anak-anak X-Olimp pergi ke tempat sharing teman sekamarnya yaitu anak-anak X-7. Dan ternyata anak-anak X-7 baru selesai dan akhrinya kami pulang bersama-sama. Malam ini aku pulang melewati jalan yang berbeda dari malam kemarin. Jalan ini lebih gelap sebenarnya tapi tidak menyeramkan seperti malam kemarin. Yang lebih membuat aku tidak takut adalah karena aku tidak pulang sendiri.

Tak berapa lama kemudian aku dan Dhewa sampai di rumah. Karena kami sudah lapar akhirnya kami segera makan. Aku makan lumayan banyak saat itu. Setelah makan aku segera menggosok gigi dan mengambil air wudhu. Kemudian aku sholat isya dan segera tidur. Malam itu tidurku lebih nyenyak dari malam sebelumnya. Mungkin karena aku lelah, jadi aku mudah terlelap tidur saat itu.

Hari ke-3

Satu malam tidur nyenyak, aku pun terbangun dari mimpiku. Badanku agak pegal sedikit. Aku segera menunaikan “kewajiban” di kamar mandi. Kemudian aku sholat subuh. Dan seperti kemarin aku membangunkan Dhewa. Tapi kali ini dia sulit bangun. Mungkin karena dia kelelahan. Tak berapa lama kemudian, teman-teman Dhewa datang. Mereka mencari Dhewa untuk mengajak jalan-jalan. Akhirnya Dhewa pun pergi bersama teman-temannya.

Kemudian aku pun pergi keluar. Di jalan aku ketemu Shena dan Sangaji. Kami mencari teman-teman sekelas kami. Pertama kami ke kopel. Ternyata mereka tidak ada. Akhirnya kami hanya jalan-jalan bertiga. Kami jalan-jalan memutari Sukomangli. Setelah beberapa lama kami pun capek dan memutuskan untuk pulang rumah masing-masing.

Sesampai di rumah aku menonton TV. Tak berapa lama kemudian, Dhewa datang dan ikut menonton TV denganku. Dan beberapa saat kemudian, Shena dan temannya datang ke rumah kami. Mereka bermaksud untuk ikut kegiatan bekerja kami. Karena mereka sednag menganggur saat ini.

Sebelum aku berangkat bekerja, aku sarapan terlebih dahulu. Kemudian baru kami berangkat ke sawah mengantarkan makanan kepada bapak asuh kami. Kami melewati jalan yang aku lewati saat hari pertama ke sawah.

Sesampai di sawah, ternyata bapak asuhku sedang membajak sawah dengan sapi. Aku pun segera membantu. Pertama aku ragu untuk melakukannya. Tapi kenyataannya membajak sawah itu menyenangkan. Dan aku memang belum pernah membajak sawah sebelumnya.

Beberapa saat kemudian, dari kejauhan muncul seorang anak. Ternyata dia adalah teman sekelas Dhewa. Kemudian dia berlari menuju sawah kami. Setelah dia melihatku sedang membajak sawah, dia juga ingin melakukannya. Ternyata dia pun senang dengan hal tersebut. Kami pun bergantian melakukannya. Tak terasa satu sawah selesai kami bajak.

Kemudian kami pun berfoto-foto bersama dengan sapi. Kami mengambil foto banyak sekali saat itu. Saat kami mau mengambil foto lagi, tiba-tiba sapinya ingin lari. Aku yang sedang di belakang sapi pun terkaget. Dan kakiku juga terkena bajak. Sakit sekali rasanya dan membekas garis merah di daerah mata kaki kananku yang membekas terus sampai sekarang. Kemudian aku duduk untuk istirahat dan merenggangkan kakiku yang kesakitan. Bapak asuhku pun meneruskan kegiatan membajak sawah dengan dibantu temanku.

Setelah agak lama beristirahat, aku pun tak mau menganggur. Aku pun mengambil cangkul dan mulai mencangkuli rumput di pinggir petak sawah. Aku pun juga menikmati kegiatan itu. Dan setelah beberapa saat mencangkul, Shena pun ingin melakukannya juga. Akhirnya kuberikan cangkulnya dan dia pun mulai mencangkul. Ternyata Dhewa juga ingin mencangkul juga. Akhirnya kami bertiga bergantian mencangkul. Sedangkan teman Shena ikut membajak sawah.

Setelah agak lama aku bekerja, aku pun capek. Akhirnya aku pun mengajak teman-temanku pulang. Kami pun pulang dengan melewati jalan yang sama. Kami pulang jalan kaki sambil bercanda ria. Tak lupa kami juga berfoto-foto.

Setelah sampai rumah, aku segera mandi. Setelah itu aku menonton TV sambil bermain dengan kucing. Karena terasa capek, kemudian aku memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Aku tidur tidak begitu lama.

Setelah bangun tidur, aku segera sholat dzuhur dan bersiap-siap untuk ke Balai Desa karena akan ada acara kunjungan ke pabrik karet yang ada di Sukomangli. Aku ke Balai Desa dengan berjalan kaki. Setelah sampai di Balai Desa, ternyata baru ada beberapa anak. Aku dengan mereka menunggu teman-teman yang lain. Kami menunggu sambil makan rambutan yang dipetik oleh salah seorang anak kecil.

Beberapa lama kemudian teman-teman yang lain dan kemudian Pak Ikhwan juga datang. Setelah itu kami langsung berangkat ke pabrik karet. Setelah sampai di pabrik karet, kami diberi pengarahan oleh seorang bapak dari pabrik karet.

Setelah itu baru kami diijinkan masuk ke pabrik. Saat pertama masuk, kami disambut oleh bau yang sangat menusuk di hidung kami. Lama-lama aku tak tahan dengan bau ini. Tapi aku tetap ingin melihat proses pembuatannya. Kemudian aku pindah ke tempat pengasapan karet. Di sini karet diasapi di dalam ruangan denga suhu berbeda-beda. Dan kemudian aku berpindah ke tempat penyortiran. Di sini karet yang telah diolah dikelompokan berdasarkan kualitasnya.

Setelah kami rasa cukup di pabrik, kami pun segera pergi. Kami pergi ke rumah Shena. Dan kemundian ke rumah temanku. Di sini satu kelas X-Olimp berkumpul untuk main bersama. Setelah itu kami pergi ke lapangan untuk bermain.

Di lapangan ternyata sudah anak-anak kelas X-7. Kami pun akhirnya bermain bola melawan kelas X-7 dengan ditambahi anak-anak desa Sukomangli. Kami bermain bola dengan penuh semangat saat itu. Kami bermain cukup lama saat itu.

Setelah hampir dua jam bermain bola, skor pertandingan 3-2 dengan X-Olimp memimpin. Karena kami angap sudah sore, kami kelas X-Olimp ingin mengakhiri pertandingan ini. Kami mengakhiri pertandingan dengan skandal gol bunuh diri oleh temanku. Pertama skandal ini gagal karena bolanya mengenai kepala temanku yang membawa kamera. Tetapi pada akhirnya skandal ini pun berhasil. Kami pun pulang ke rumah masing-masing.

Setelah sampai di rumah, aku segera mandi. Aku mandi cukup lama saat itu karena aku harus menyeterilkan seluruh badanku. Setelah mandi aku masuk ke kamar. Ternyata Dhewa sudah ada di kamar bersama teman sekelasnya. Dia pun segera mandi. Sedangkan aku sholat ashar. Dan teman Dhewa pulang ke rumahnya karena hari sudah sore.

Kemudian aku menonton TV untuk sambil menunggu waktu maghrib tiba. Beberapa waktu kemudian waktu maghrib tiba. Aku pun segera menunaikan Sholat maghrib. Setelah itu aku baru makan bersama dengan keluarga orang tua asuhku. Setelah makan aku dijemput temanku untuk pergi ke acara malam sharing terakhir.

Setelah sampai di balai desa, teman-teman sudah datang. Beberapa saat kemudian Pak Ikhwan datang. Ternyata malam ini tempat sharingnya berbeda. Pertama Pak Ikhwan merahasiakan tempat sharingnya. Anak-anak pun saling menebak tempatnya. Ada yang menebak di tempat seram. Ada juga yang menebak di kuburan. Ternyata bukan tempat tersebut tempatnya.

Setelah semuanya berkumpul, Pak Ikhwan mulai melangkahkan ke tempat misterius yang belum kami ketahui. Kami pun segera mengikuti jejak langkahnya. Setelah memasuki sebuah jalan, kami sudah bisa menebak tempatnya. Kami menebak tempat salah seorang teman kami. Ternyata tebakan kami benar.

Dan kami pun sampai di tempat yang dimaksud. Di situ ternyata teman yang kami maksud sedang beramain kartu. Dia pun segera menghentikan kegiatannya. Kami pun dipersilakan masuk. Dan kami segera menata tempatnya.

Beberapa saat kemudian acara dimulai. Pak ikhwan berbicara bahwa, sharing malam itu memang sengaja dibuat berbeda dari malam-malam sebelumnya. Di sini tuan rumah akan memberikan cerita tentang kehidupannya.

Beliau bercerita tentang segala usaha untuk merwat anak-anaknya seorang diri tanpa suami karena suaminya meninggal saat anak-anaknya masih kecil. Padahal anaknya jumlah terbilang tdak sedikit karena jumlah anaknya ada delapan.

Akan tetapi sekarang anak-anaknya sudah besar dan berkeluarga. Mereka juga sudah sukses semua. Dan salah seorang cucunya ternyata seorang artis. Kami pun terkaget mendengar cerita tersebut.

Dan setelah agak lama acara tersebut berlangsung, Pak Ikhwan mengakhiri acara tersebut. Kami pun segera bergegas pergi dari tempat tersebut. Kami pergi bersama-sama. Beberapa dari kami ada yang pulang. Tetapi aku tidak pulang dahulu karena aku akan menunggu temanku dulu. Kami pun pergi ke tempat anak-anak X-7 melakukan sharing. Ternyata mereka belum selesai. Kami pun menunggu dengan sabar.

Lama sekali kami menunggu mereka. Ada seorang anak yang ingin mengajak jalan-jalan. Tapi kam teringat nasehat Pak Ikhwan. Jadi, kami mengurungkan niat tersebut. Kami pun kembali menunggu kelas X-7 sampai selesai.

Setelah mereka selesai, aku segera bergegas pulang ke rumah bersama temanku. Setelah sampai di rumah, aku segera sholat isya. Kemudian aku menonton TV. Beberapa saat kemudian Dhewa pulang. Dia segera sholat dan kemudian membuat coklat panas untuk orang satu rumah. Aku pun menikmati minuman tersebut sambil menonton TV.

Aku menonton TV sampai larut malam karena acaranya bagus. Tetapi lama-lama aku mengantuk. Kemudian aku mengajak Dhewa untuk tidur. Begitu sampai di kamar, aku langsung membaring tubuhku dan aku pun terlelap tidur.

Hari Terakhir

Pagi-pagi sekali aku bangun, jam menunjukan pukul 04.30. Aku segera ke kamar mandi untuk melakukan “kegiatan” yang biasa aku lakukan di pagi hari. Setelah itu baru aku sholat subuh. Kemudian aku membangunkan Dhewa. Setelah dia bangun, aku tidur lagi karena aku masih mengantuk.

Setelah waktu menunjukan pukul 06.00 aku segera bangun dan membereskan barang-barangku, karena hari itu aku harus kembali ke Semarang lagi. Setelah semua barang dibereskan, aku segera mandi. Kemudian baru aku sarapan.

Setelah semua siap, aku segera berpamitan dengan orang tua asuhku. Sebelum aku pergi aku berbagi nomer telepon dengan anak orang tua asuhku supaya aku dengan orang tua asuhku bisa berhubungan terus.

Kemudian kami segera pergi dari rumah orang tua asuh kami. Sedih rasanya harus berpisah dengan mereka. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus kembali ke Semarang. Aku berjalan untuk berkumpul di balai desa terlebih dahulu. Sebelum ke balai desa aku menjemput temanku terlebih dahulu.

Temanku mengatakan bahwa di balai desa masih sepi. Anak-anak belum datang ke balai desa. Karena hal tersebut aku memutuskan untuk menunggu di rumah temanku dulu. Di sini temanku menunjukan buah yang aneh dan belum aku kenal. Kami menyebutnya buah mulus karena kulitnya mulus dan berbentuk bulat.

Setelah agak lama, kami segera ke balai desa. Ternyata sudah ada beberapa teman kami di situ. Aku pun segera duduk di depan balai desa bersama teman-temanku. Beberapa saat kemudian bisnya datang. Ternyata bisnya sama dengan bis yang kami naiki saat berangkat ke sini. Aku pun segera berburu tempat duduk. Dan aku mendapatkan tempat duduk yang sama.

Sebelum berangkat pulang, semua siswa diminta berkumpul terlebih dahulu. Dan setelah semua siswa berkumpul, Pak Ikhwan memulai acara pamitan dengan perwakilan dari Sukomangli. Pak Ikhwan juga menyerahkan plakat sebagai kenang-kenangan dari SMA 3 Semarang.

Setelah acara tersebut selesai, kami langsung berangkat pulang menuju Semarang. Saat itu keadaan di dalam bis lebih sesak dari saat kami berangkat ke Sukomangli karena teman-teman membawa barang lebih banyak. Beberapa anak juga ada yang berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Walaupun aku bisa duduk, aku harus tertindih banyak barang yang membuatku tidak bisa bergerak.

Setelah bis berjalan agak jauh, beberapa anak mulai pusing dan ada juga yang mabuk perjalanan. Aku pun juga pusing karena keadaan di bis yang sangat panas membuat aku kehausan. Padahal aku tidak membawa minuman. Aku tanya temanku juga tidak ada yang membawa minuman. Waktu itu aku lemas sekali karena aku dehidrasi sampai mulutku kering. Tapi akhirnya aku memaksakan untuk tidur walaupun dengan keadaan seperti ini. Dan aku pun tertidur selama perjalanan.

Ketika aku membuka mata, bis sudah mencapai perbatasan Semarang-Kendal. Waktu itu pusingku belum hilang sama sekali. Tapi aku tak mempedulikannya. Karena sebentar lagi aku akan sampai di sekolah. Itu artinya aku bisa menghirup udara segar dan bisa menghilangkan dehidrasiku di dalam bis.

Setelah bis mencapai terminal Mangkang, semua anak-anak bersorak ria. Dan bis berjalan terus menyusuri jalan yang lumayan macet. Aku pun senang bisa melihat kembali kota Semarang. Walaupun aku bukan kelahiran Semarang. Tetapi di kota ini lah aku merantau untuk mencari ilmu.

Tak terasa bis berjalan sudah mencapai Tugu Muda. Ini membuat semua anak tambah senang. Setelah masuk jalan pemuda, kami semua merasakan hal yang aneh. Ternyata AC di dalam bis dinyalakan. Kami pun bingung kenapa AC-nya baru dinyalakan ketika tempat tujuannya tinggal beberapa ratus meter lagi. Ini sungguh kebusukan yang tidak aku senangi.

Kemudian bis pun memasuki halaman SMA Negeri 3 Semarang dan bis pun berhenti. Kami dengan senang hati langsung turun dari bis. Beberapa anak sudah dijemput oleh orang tuanya. Ada juga yang pulag senndiri naik angkutan. Sedangkan aku sendiri pulang jalan kaki bersama dengan teman kosku. Setelah sampai di kos aku langsung membaringkan tubuhku karena aku sangat lelah. Dan kemudian aku pun tertidur. Kegiatan Live in sungguh sangat berkesan bagiku. Jika diijinkan sebenarnya aku ingin mengikutinya lagi tahun depan. Live in Sukomangli akan menjadi kenangan yang tak terlupakan seumur hidupku.

Narasi Putri Fajar


Sabtu, 16 Januari 2010

Sekitar jam 6.15 aku sudah sampai sekolah. Keadaan sekolah sudah sangat ramai. Aku kira sudah terlambat, karena di jadwal seharusnya kumpul jam 5.30. tapi ternyata jam segitu aku datang saja anak-anak masih mengobrol. Aku langsung jalan kearah rombongan anak-anak X-Olimpiade, disana teman-teman malah foto-foto. Langsung aja aku nimbrung foto-foto. Tidak lama setelah itu, kami masuk ke dalam bus yang berkapasitas 27 orang. Bayangkan, padahal muridnya ada 32, ditambah wali kelas, kenek, dan koper-koper yang memenuhi bus. Terpaksa koper dimasukkan ke dalam bus karena bagasi busnya tidak bisa dibuka.

Terpaksa kami harus duduk berdesak-desakan. Ada yang duduk bertiga, ada juga yang duduk diatas koper karena tidak ada lagi tempat yang tersedia. Selama perjalanan yang cukup panjang ini, kami makan snack-snack kami sambil ngobrol.
Setelah sekitar 1,5 jam, akhirnya kami sampai di Kantor Kecamatan Patean. Disana kami melakukan upacara sebentar. Setelah itu, beberapa anak kelas XI susulan ikut masuk kedalam bus kami. Mereka sekitar 5 orang. Tentu saja bus semakin penuh sesak.

Tidak lama kemudian kami sampai di Balai Desa Sukomangli. Kami segera turun karena tidak kuat lagi di dalam bus yang panas banget. Kami segera masuk ke dalam balai desa. Ternyata anak-anak X-7 sudah duduk disana terlebih dahulu. Tiap desa diisi dari 2 kelas dan kelas X-7 adalah pasangan kami di live in ini.
Kami segera duduk. Kemudian para orang tua asuh mulai berdatangan. Satu persatu nama kami dipanggil untuk bertemu dengan orang tua asuhnya. Namaku dipanggil, aku segera mengambil barang bawaanku, bersama teman sekamarku, Naela, berjalan menuju orang tua asuhku, Bu Rasmin. Setelah bersalaman dengan Bu Rasmin, kami berdua berjalan di belakang Bu Rasmin untuk menuju ke rumahnya.

Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari balai desa, hanya butuh waktu sekitar 2 menit. Rumah Bu Rasmin cukup bagus jika dibandingan dengan rumah-rumah yang lain. Memang tidak terlalu besar, tapi sudah sangat layak huni. Sudah bertembok, bukan lagi kayu, dan sudah keramikan. Bu Rasmin bukan hanya berprofesi sebagai petani, tapi juga sebagai pedagang. Beliau menjual rujak, pecel, es dawet, dan makanan-makanan ringan.

Di dalam rumah ini, dihuni oleh empat orang. Pak Rasmin, Bu Rasmin, anaknya seorang perempuan dewasa, dan cucunya yang masih kecil. Mungkin masih berumur sekitar 2 tahun.


Aku dan Naela kemudian dipersilahkan masuk ke dalam kamar kami. Kamar kami memang tidak terlalu besar, tapi rapi dan bersih. Itu sudah lebih dari cukup untuk kami.


Di kamar, aku melihat-lihat keadaan kamar ini lalu tiduran sebentar karena perjalanan yang melelahkan sekali. Tidak lama kemudian, Bu Rasmin masuk dan memanggil kami untuk makan siang.


Setelah makan siang, aku keluar rumah sambil berharap semoga ada temenku yang juga diluar rumah sehingga bisa pergi main. Ternyata harapanku tidak salah, aku bertemu dengan Reza Rachman yang sedang jalan-jalan. Kemudian aku dan Reza berjalan berdua sambil ngobrol-ngobrol.


Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan anak-anak X-Olim yang lain. Lalu kami memutuskan untuk jalan-jalan mengenal desa ini. Ada yang mengatakan bahwa ada suatu kebun karet yang sangat indah. Kami semua langsung bergegas menuju kesana.


Ternyata tempat tersebut tidak jauh dari balai desa, hanya butuh waktu sekitar 5 menit. Sampai disana, kami merasa sangat puas karena tempat itu benar-benar seperti yang diharapkan. Ada jalan setapak yang lurus jauh hingga tak kelihatan ujungnya dan si kanan-kiri ada kebun karet. Kebun karet itu pun sangatlah indah karena tersusun rapi. Kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami segera mengabadikan momen dan suasana ini dengan foto-foto.
Sekitar jam setengah 5 sore, kami pulang kerumah masing-masing. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi. Kamar mandinya ternyata cukup bagus, setidaknya tertutup rapat.

Malamnya, aku bersiap untuk acara sharing jam 7 malam di balai desa. Sharing merupakan kegiatan yang dilaksanakan tiap malam. Pada acara sharing, kami diharuskan untuk menceritakan kegiatan kami selama siang harinya. Bagi kelas X-Olimpiade dan XI susulan, sharing dilaksanakan di balai desa. Sedangkan bagi kelas X-7, sharing dilaksanakan di rumah salah satu penduduk.
Di tengah gerimis, aku berangkat sharing bersama Safira, Nisita, Reza, Yaris, dan Verdy. Sesampainya di balai desa, ternyata anak-anak yang lain sudah datang terlebih dahulu. Tidak lama setelah kami sampai, acara sharing pun dimulai. Sharing hari pertama ini berlangsung sangat seru, karena banyak dari kami yang mempunyai pengalaman-pengalaman lucu untuk diceritakan.

Sekitar jam 9 malam, acara sharing pun selesai. Aku pulang hanya berdua bersama Darian Verdy karena yang lain sudah pada ninggal. Hampir saja aku dan Verdy nyasar. Untungnya kami selamat sampai di rumah. Di rumah, aku segera makan malam dan tidur.


Minggu, 17 Januari 2010


Jam 5 pagi, aku sudah bangun tidur. Setelah solat, aku bersama Safira berjalan menuju balai desa. Anak-anak kelas X-Olimpiade berencana pergi ke suatu temapat bernama kopel. Katanya, pemandangan sunrise disana bagus sekali. Sampai di balai desa, kulihat beberapa anak sudah mulai berdatangan. Tapi baru jam setengah enam kita berangkat menuju kopel. Sampai di kopel, kita merasa agak kecewa karena kami tidak sempat melihat sunrise. Kami terlambat. Matahari sudah kelihatan bulat penuh. Bahkan tidak lagi kelihatan sisa-sisa sunrise.

Tapi pemandangan yang indah mampu mengobati penyesalan kami. Kopel merupakan daerah yang tinggi dan dari kopel kelihatan bukit-bukit dan sawah-sawah. Pemandangannya benar-benar hijau, tidak kelihatan satupun bangunan disana. Walaupun matahari sudah terbit dari tadi, tapi kabut-kabut tipis seakan tidak mau ketinggalan untuk ikut menghiasi pemandangan ini.

Lagi-lagi kami mengabadikan suatu pemandangan yang berharga ini. Di Semarang tidak ada yang seperti ini tentunya. Berpuluh-puluh gambar berhasil dipotret. Setelah matahari mulai membuat suhu menjadi panas, sebagian besar dari kami langsung pulang. Apalagi mereka juga punya alasan lain, yaitu membantu orang tua asuh mereka masing-masing.

Tapi aku dan Siti lebih ingin menghabiskan waktu di tempat ini daripada di rumah sehingga kami berdua masih di kopel saat yang lain sudah pergi. Kami berdua foto-foto sebentar lalu berniat pulang. Jalan pulang dari kopel ke rumah melewati sebuah lapangan sepak bola. Ketika kami di lapangan sepak bola, kami melihat anak-anak cowo X-Olim masih bermain sepak bola. Jadi aku dan Siti mengurungkan niat kami untuk pulang, lebih baik nonton sepakbola.

Lapangan sepak bola ini sangatlah indah. Lapangan bola yang besar ini, letaknya lebih rendah daripada tempat-tempat di sekitarnya. Lapangan bola ini dikelilingi oleh kebun karet yang sangatlah indah. Tempat ini mirip dengan lapangan baseball yang ada di film Twilight.

Sekitar jam 7, kami semua memutuskan untuk pulang. Tapi aku menyempatkan diri untuk bermain ke rumah Siri sebentar. Jam 7.30 barulah aku pulang ke rumahku. Setelah sampai di rumah, aku segera mandi dan bantu-bantu Bu Rasmin di dapur. Walaupun depannya sudah modern, ternyata bagian belakang, bagian dapurnya masih tradisonal. Dapur masih beralaskan tanah, sehingga kalau di dapur harus memakai sandal agar kakinya tidak kotor.

Aku dan Naela membantu memasak. Pertamanya aku membantu mengiris bawang merah dan bawang putih sedangkan Naela memasak krupuk. Setelah aku selesai, aku membantu Naela memasak krupuk. Karena kerjasama yang solid, semua krupuk berhasil digoreng dengan cepat. Kemudian kami berdua menggoreng sale pisang. Menggoreng sale butuh waktu lebih lama daripada menggoreng krupuk. Setelah acara memasak selesai, kami berdua sarapan pagi. Lalu nonton televisi sambil ngobrol dengan Bu Rasmin dan penghuni rumah yang lain. Kami berencana nanti siang jam 10 akan pergi ke sawah.

Ternyata kegiatan kami agak molor, kami baru ke sawah jam 10.30. Kami harus menunggu Pak Rasmin pulang dari layat baru kami berangkat bersama. Setelah matahari memancarkan sinarnya dengan teriknya, baru kami berangkat ke sawah. Padahal sebagian besar anak-anak yang lain, saat seperti ini sudah selesai dari aktivitasnya. Sedangkan kami malah baru saja mulai.

Aku, Naela, dan Pak Rasmin berangkat ke sawah. Sedangkan Bu Rasmin nanti akan menyusul. Sawahnya lumayan jauh dan jalannya menurun. Jalannya pun berkelok-kelok. Sekitar 15 menit, sampailah kami di tempat yang dituju. Pak Rasmin meletakkan sabitnya ke tanah. Dia mulai mencabut tanaman singkong miliknya. Kemudian singkongnya dipotong dari batangnya, dibersihkan dari tanah, lalu dimasukkan ke dalam karung. Aku dan Naela ikut membantu.

Setelah singkong berhasil dipanen, kami bertiga menuju ke tanaman cabai. Aku dan Naela mulai bekerja memetik cabai sedangkan Pak Rasmin membersihkan sawahnya dari rumput liar. Di tempat itu hanya ada sekitar 3-4 tanaman cabai, tapi cabai yang dihasilkan banyak sekali, rasanya tidak akan habis-habis. Kemudian Bu Rasmin akhirnya datang menyusul kami. Dia mengajak kami ke bagian sawah yang lain. Sedangkan Pak Rasmin masih disitu. Kami bertiga melewati jalan kecil yang dari dari tanah, dengan kanan-kirinya tanaman jagung. Ternyata kami bertiga sedang berjalan menyusuri kebun jagung. Kami terus berjalan menuju tepi kebun, disana ada tanaman cabai. Tanaman cabai disini lebi banyak daripada di tempat yang sebelumnya.

Bu Rasmin meninggalkan kami berdua dengan tanaman-tanaman cabai ini, sedangkan dia akan memanen kapas. Memanen cabai disini selain lebih banyak, juga lebih sulit. Tanaman cabainya berada di pinggir kebun, sedangkan di bawah kebun ada jalan. Jika kami tidak berhati-hati, nisa saja kami jatuh terpeleset. Karena tanamannya lebih banyak, tentu saja cabai yang dihasilkan juga lebih banyak. Setelah kami selesai dengan pekerjaan kami, kami bertiga kembali berjalan menyusuri kebun jagung ini dan menuju ke rumah. Perjalanan pulang lebih sulit daripada perjalanan berangkat. Karena perjalanan berangkat jalannya menurun, sedangkan perjalanan pulang jalannya menanjak. Ditambah lagi dengan bawaan yang lebih banyak, ada cabai, kapas, singkong, dan pohon pisang.

Tengah hari, kami sampai di rumah. Melelahkan sekali. Aku dan Naela langsung makan siang kemudian solat. Karena di rumah sudah tidak ada kerjaan lagi, aku mutusin untuk pergi ke rumahnya Siti.

Sampai di rumah Siti, ternyata Siti juga habis pulang dari sawahnya. Kami lalu ngobrol tentang banyak hal. Tidak lama kemudian, datanglah Gatya, Camel, dan Ratri. Kemudian kami berlima ngobrol dan bercanda di teras rumahnya Siti. Lalu Safira datang seorang diri ku rumahnya Siti. Kami berenam jalan-jalan sebentar dan bertemu dengan Riska. Akhirnya kami memutuskan untuk ngobrol-ngobrol di rumahnya Safira.

Di rumahnya Safira, kami ngobrol banyak banget. Ngabisin makanannya Safira. Baru sekitar jam setengah lima, kita berniat pulang. Kita tidak mau ngrepotin orang tua asuhnya Safira.

Sesampainya di rumah, aku segera membersihkan diri. Istirahat sejenak dengan menonton televisi. Kemudian solat maghrib dan kembali bersiap-siap untuk acara sharing malam ini.

Sekitar jam 6.50, teman-temanku datang. Ada Verdy, Yaris, Reza, Safira, Siti, Tia, dan Tita. Kami sempat ngobrol-ngobrol sebentar di ruang tamu rumahku. Kemudian Bu Rasmin menyuguhkan soto yang masih hangat kepada kami. Tapi sebagian besar dari kami sudah makan malam, sehingga mereka tidak memakan soto yang sudah disuguhkan. Hanya Verdy yang masih kuat untuk makan malam lagi. Alhasil banyak soto yang bahkan belum tersentuh.

Setelah acara makan soto selesai, kami semua berjalan bersama ke balai desa. Lagi-lagi ketika kami sampai di balai desa, sudah banyak anak-anak yang duduk rapi menunggu acara sharing dimulai. Acara sharing pun segera dimulai. Di tengah-tengah acara sharing, temanku Tita mengeluh sakit perut. Kemudian wali kelas kami, Pak Ikhwan, memintanya untuk lebih baik istirahat di rumah saja. Tapi Tita tidak cukup berani untuk pulang kerumah sendirian. Gelap banget, katanya. Kemudian Siti dan Ratri dengan sukarela mau mengantarkan Tita ke rumahnya. Beberapa detik setelah mereka keluar dari pintu balai desa, mereka kembali masuk lagi. Mereka mengatakan bahwa mereka masih takut walaupun sudah jalan bertiga. Akupun minta ijin untuk ikut mengantarkan Tita pulang ke rumahnya. Jadilah kami berempat jalan bersama. Setelah mengantarkan Tita, kami bertiga segera kembali ke balai desa.

Acara sharing hari ini tidak seseru kemarin karena hari ini hampir semua siswa sudah merasa capek dengan aktivitas-aktivitas pada siang harinya. Acara sharing juga berlangsung sangat cepat karena para siswa sudah merasa mengantuk. Acara sharing selesai, aku segera pulang kerumah, dan menutup hari itu dengan tidur yang sangat nyenyak.

Senin, 18 Januari 2010


Karena kelelahan dengan aktivitas pada hari sebelumnya, hari itu aku bangun terlambat. Jam setengah tujuh baru bangun dan segera sholat subuh. Setelah mandi pagi, aku awali aktivitas hari itu dengan membantu Bu Rasmin di dapur. Pekerjaan hari ini tidak sepadat kemarin, kami hanya menggoreng ayam goreng.
Sekitar jam 9 pagi, kami berangkat ke sawah. Tapi kali ini hanya bersama Bu Rasmin, tidak bersama dengan Pak Rasmin. Kegiatan ke sawah pun tidak lebih banyak daripada kemarin. Kami hanya memanen singkong.

Sampai di kebun singkong, Bu Rasmin memperlihatkan caranya memanen singkong. Seperti yang ditunjukkan Pak Rasmin kemarin, dicabut dari tanah, dipotong dari akarnya, dibersihkan dari tanah, kemudian dimasukkan ke dalam karung yang sudah disediakan.

Aku dan Naela pun mencoba mempraktekannya. Kami mulai bekerja mencabut tanaman singkong dari tanahnya. Beberapa tanaman singkong tidak terlalu berat untuk dicabut, tetapi beberapa tanaman singkong yang lain membutuhkan tenaga ekstra untuk mencabutnya. Bahkan aku dan Naela harus bekerjasama untuk mencabut sebuah tanaman singkong.

Setelah sekitar 10 tanaman singkong berhasil dicabut, Bu Rasmin mulai memotong singkong-singkong tersebut dari batangnya dan membersihkan dari tanah. Kami sedikit membantu Bu Rasmin dengan memasukkan singkong-singkong tersebut ke dalam karung.

Panen singkong akhirnya selesai dan kami bertiga pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kami sudah disuguhi dengan makan siang. Kami pun cuci tangan dan kaki, istirahat sebentar, kemudian makan siang bersama.
Sekitar jam 11.30, anaknya Bu Rasmin mengajak kami berdua pergi ke pasar. Kami pun langsung setuju. Karena jarak pasar yang cukup jauh dari rumah, maka kami harus menggunakan sepeda motor. Anaknya Bu Rasmin dan tetangganya mengendarai motornya Bu Rasmin, sedangkan aku dan Naela mengendarai motornya tetangganya Bu Rasmin.

Ternyata jarak pasar dari rumah sangatlah jauh. Sangat jauh. Apalagi ditambah jalan yang berkelok-berkelok dan naik-turun menambah kesan perjalanan yang jauh. Tapi pemandangan yang indah membuat kami merasa senang. Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak sekali kebun karet. Ternyata Desa Sukomangli ini memang benar-benar dipenuhi oleh kebun karet.

Setelah sampai di pasar, kami berempat segera membeli barang-barang yang dibutuhkan. Kami membeli berbagai macam sayuran dan membeli baju anak untuk cucunya Bu Rasmin.

Acara pergi ke pasar pun selesai. Setelah dari pasar, aku menyempatkan diri untuk mampir sebentar ke rumahnya Gatya. Kami ngobrol-ngobrol sebentar dan akhirnya aku segera pulang karena setelah ini akan pergi ke pabrik.

Sesampainya di rumah, aku langsung bersiap-siap untuk pergi ke pabrik. Seluruh siswa peserta Live In di Sukomangli akan mengunjungi sebuah pabrik karet di desa itu. Kami akan melihat-lihat cara pemrosesan getah karet sehingga bisa menjadi karet olahan. Setelah pulang dari pabrik, hampir semua anak x-olimp berencana main ke rumahnya Yasinia. Tapi Siti mengajakku main ke rumahnya, menemaninya makan siang karena dia dari tadi belum makan siang. Jadilah aku hanya berdua dengan Siti ke rumahnya.

Setelah menemani Siti yang makannya lama banget, Siti menunjukkan padaku sebuah benda lucu. Ternyata itu biji karet. Bentuknya lonjong, kecil, berwarna coklat tua dengan corak-corak hitam.

Kami pun mencoba mengambil biji karet dari dalam buahnya. Siti yang menemukan buahnya. Karena membuka buah karet sangat susah, kami jadi malas mencobanya lagi.

Kami akhirnya berjalan-jalan sebentar. Di tengah perjalanan, kami bertemu teman-teman kami sedang mengerubungi sesuatu. Ternyata ada suatu peristiwa yang belum pernah kami lihat sebelumnya, yaitu sapi kawin. Anak-anak sangat terkesima melihat adegan sapi kawin. Tidak sedikit dari mereka yang mengambil gambarnya bahkan videonya.

Setelah itu kami para perempuan pergi ke lapangan sepakbola untuk melihat pertandingan sepakbola. Karena lama-lama merasa bosan, akhirnya kami bermain tepok nyamuk, permianan yang pernah kami mainkan saat GPLB. Tepok nyamuk merupakan permainan yang menggunakan kartu remi dan kami menambahkan peraturan bagi yang kalah, mukanya harus rela diolesin bedak.

Tidak ada yang mukanya lolos dari corengan bedak. Tidak puas dengan ini, anak-anak cowo yang sedang bermain sepakbola pun juga tidak luput dari bedak. Setelah permainan yang mengasyikkan ini, kami pun pulang ke rumah orang tua asuhnya masing-masing.

Malamnya, kami kembali melaksanakan kegiatan sharing. Sharing malam terakhir ini tidak dilaksanakan di balai desa, tetapi dilaksanakan di rumah Marhadika. Rumah Mahardika tidak jauh dari balai desa.

Malam itu kegiatan sharing tidak seperti malam-malam sebelumnya. Kami mendengarkan kisah dari Bu Etty, orang tua asuh Mahardika. Bu Etty menceritakan liku-liku kehidupannya sejak kecil. Beliau juga memberi kita motivasi agar kita lebih semangat dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini. Setelah kegiatan sharing yang berlangsung cukup singkat ini, kami tidak langsung pulang kerumah karena anak-anak X-7 belum menyelesaikan acara sharingnya. Kami akhirnya ngobrol-ngobrol di depan rumah tempat X-7 melaksanakan sharingnya.

Kami ngobrol sangat lama dengan anak-anak XI-susulan. Kami bercanda tertawa bersama. Kami selesai sharing sekitar pukul 9 malam, sedangkan anak-anak X-7 baru keluar pukul 10.30 malam.

Setelah X-7 keluar, kami semua langsung pulang ke rumah orang tua asuhnya masing-masing. Setelah sampai di rumah, aku langsung shalat isya dan tidur. Ini adalah malam terakhirku di rumah ini karena besok aku harus kembali pulang ke Semarang.

Selasa, 19 Januari 2010


Keesokan paginya, aku tidak lagi bangun terlambat. Aku langsung shalat subuh dan bersiap-siap untuk pergi ke luwung. Sebagian anak-anak x-olimp janjian akan pergi ke luwung, tempat yang katanya pemandangannya tidak kalah indah dibanding kopel.


Siti menjemputku di rumah dan kami berdua menjemput anak-anak yang lain. Karena sebagian besar lebih ingin meluangkan waktunya untuk packing, alhasil anak-anak yang ikut sangatlah sedikit.

Kami mulai perjalanan ke luwung. Tidak lama kemudian, kami sampailah ke luwung. Luwung hanyalah jalan yang dibatasi dengan lereng yang cukup curam. Jalan itu merupakan perbatasan antara Desa Sukomangli dengan desa sebelah. Pemandangan dari luwung sangat indah, tidak beda jauh dengan kopel. Sebentar sekali kami berada di luwung, kami langsung pulang karena kami harus mengemasi barang-barang kami. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan packing.

Sekitar pukul 9.30 pagi, aku dan Naela sudah siap untuk pulang. Kami menemui Bu Rasmin dan memberi kenang-kenangan kepada beliau. Sebuah kerudung untuk Bu Rasmin dan sebuah Sarung untuk Pak Rasmin. Kemudian kami berdua mengambil tas kami dan bersiap keluar dari rumah itu. Kami bersalaman dengan Bu Rasmin dan mengucapkan kata-kata perpisahan. Kulihat mata Bu Rasmin berkaca-kaca menahan tangis. Bu Rasmin memberi kami oleh-oleh berupa makanan ringan dan petai. Oleh-oleh tersebut dibungkus dengan kardus.

Kami berdua pergi ke balai desa dengan diantar Bu Rasmin dan anaknya. Bu Rasmin dan anaknya membantu membawakan barang-barang bawaan kami. Setelah di balai desa, suasana sudah sangat ramai. Aku meletakkan barang-barangku di dekat balai desa. Kutinggal Bu Rasmin sebentar untuk berbaur dengan teman-temanku.

Busnya pun datang ke balai desa dan aku segera memasukkan barang-barangku. Aku kemudian keluar dari bus dan berpamitan dengan keluarga Bu Rasmin untuk yang terakhir kalinya. Aku mengajak Naela dan keluarga Bu Rasmin untuk berfoto bersama. Untuk lebih mengenang keberadaan mereka.

Setelah itu acara perpisahan dimulai. Anak-anak peserta Live In Sukomangli bersalaman dengan seluruh orang tua asuh yang ada disana. Kemudian kami masuk ke dalam bus. Bus mulai perlahan meninggalkan Desa Sukomangli untuk menuju ke Semarang. Dan itulah terakhir kalinya aku di Desa Sukomangli.

Kegiatan Live In pun selesai. Dari kegiatan ini, kita memperoleh banyak hal. Kegiatan ini melatih kita untuk bersosialisasi dengan semua orang. Menambah pengalaman baru untuk kita, kita jadi tahu kehidupan di pedesaan.

Tapi yang terpenting, kita pun juga jadi lebih bisa menghargai kondisi perekonomian keluarga kita karena selama Live In kita jadi tahu bahwa mencari uang tidaklah mudah. Seperti bertani, berjalan sangat jauh menuju sawahnya, membawa beban-beban yang berat, tapi hasilnya tidak sebanding dengan keringat yang dikucurkan.


Live In sangat menyenangkan dan pengalaman-pengalaman disini sangat berkesan.